[FF/SONGFICT/PG15] You Got Me

Title : You Got Me

Chapter: 1/1

Genre: Romance, Fluff, AU

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

Song Seunghee (OC)

Kim Sunggyu (Sunggyu INFINITE)

disclaimer: Sunggyu is mine LOL *sadly he isnt*, I just own some characters and the plot so please respect me and dont copy without credit^^ the words in italic are taken from Colbie Calliat’s song You Got Me

Warning:

FWP *Fluff without plot LOL

Do enjoy my story^^

 

“Hey, Seunghee, ayo, bangun.” Aku mengerjapkan mataku perlahan dan mengangkat kepalaku—menggelengkannya perlahan. Hei, dimana aku?

 

“Kau di ruang OSIS. Tertidur ketika tengah menungguku.” Seseorang di depanku tertawa dan mengacak rambutku perlahan. Aku mengerjapkan mataku, dan setelah aku menyadari siapa yang berdiri di depanku, seketika wajahku terasa memanas.

 

“Ah oppa..” gumamku pelan.

 

“Tidak apa. Aku tahu kau pasti bosan menungguku.” Dia tersenyum lagi, membuat matanya hanya terlihat segaris saja. Eye smile yang selalu aku suka. Aku menundukkan kepalaku, menyembunyikan wajahku yang semakin memerah. Bahkan hingga kini aku masih tidak memercayai hal ini. Kim Sunggyu, ketua OSIS sekolahku adalah kekasihku. Aku sudah hampir setahun memendam perasaan kepadanya. Dan setelah sedikit dorongan dan paksaan dari sahabatku akhirnya aku memberanikan diri menyatakan perasaanku padanya. Ketika itu dia hanya tersenyum dan menerima perasaanku. Hal yang tidak bisa kupercayai hingga detik ini.

 

“Ayo kita pulang. Hari sudah sore.” Ucapnya seraya melangkah keluar. Aku mengangguk dan bergegas berdiri dan menyusulnya.

 

You’re stuck on me and my laughing eyes

I can’t pretend though

 I try to hide I like you, I like you

 

*****

 

Ya, ini tidak bisa kupercayai. Sama sekali. Kami berdua berjalan berdampingan. Dia bercerita berbagai macam hal. Ini juga sulit dipercaya. Kim Sunggyu, yang selalu serius ketika tengah menjalankan tugas, memiliki pribadi yang menyenangkan dan eeeng, sedikit cerewer. Not that I complained tough.

 

Harus kuakui, aku sendiri tidak terlalu mendengarkan apa yang dia bicarakan. Hanya dengan berdiri di sampingnya saja membuatku sulit bernapas. Dan jangan lupakan jantungku yang berdetak terlalu cepat ini. Sedikit aneh memang. He’s my boyfriend. And talking to me. but I am forever fangirling over him.

 

I think I felt my heart skip a beat

 I’m standing here and I can hardly breathe

You got me yeah, you got me

 

*****

 

“Hey, apa kau mendengarku?” dia menyenggol lenganku perlahan. Aku tergagap—tersadar dari lamunanku. Namun karena aku terlalu kaget aku tersandung. Aku terjatuh dan mengerang perlahan.

 

“Apa kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit?” dia berjongkok dan menatapku lekat. Wajahku seketika memanas. Aduh bagaimana mungkin aku bisa terjatuh di depannya. Ini sangat memalukan =_=

 

“Ah itu. Iya, aku..tidak apa-apa.” Aku tergagap menjawab pertanyaannya.

 

“Benarkah?” aku mengangguk cepat meyakinkannya.

 

“Memang apa yang tengah kau pikirkan sampai jatuh begini?” aku menoleh menatapnya dan mengerjapkan mataku perlahan. Wajahku semakin panas. Mana mungkin aku mengatakan aku tengah memikirkannya ketika dia tengah bersamaku? =_=

 

“Eh….itu..aku..”

 

“Hmm?”

 

“Ada tugas yang harus segera kuselesaikan..karena itu..aku..”

 

“Benarkah?” aku mengangguk cepat, berharap dia memercayai kata-kataku. Dia menatapku lekat sebelum menyeringai jahil.

 

“Kalau menurutku sebenarnya kau sedang memikirkanku kan? Sejak tadi kau memandangiku tapi kau tidak mendengarkanku.” Dia terkekeh pelan. Wajahku semakin memanas mendengar kata-katanya.

 

“Ah..itu..aku..tidak..” aku tergagap. Dia tertawa dan mengacak rambutku perlahan.

 

“Iya iya, sudah, aku mengerti.” Dia berhenti tertawa dan tersenyum lembut. Bukannya lega karena dia sudah berhenti tertawa tetap saja jantungku tidak karuan begini

 

One look from you, I know you understand

This mess we’re in, you know is just so out of hand

 

“Ya sudah, ayo kita pulang.” Dia bangkit dan mengulurkan tangannya padaku. Aku mengerjapkan mataku perlahan sebelum menyambut uluran tangannya dengan ragu dan bangkit. Dia tersenyum dan kami melanjutkan perjalanan kami. Tangannya masih menggenggam tanganku erat. Sedikit memainkan genggaman tangan kami—mengayunkannya perlahan. Aku memandang lekat kedua tangan kami. Sedikit tidak percaya dan eeeng mengagumi bagaimana tangan kami terlihat sempurna bersama.

 

“Kalau aku tidak memegang tanganmu begini nanti kau bisa jatuh lagi seperti tadi.” Dia menoleh menatapku sambil menyeringai jahil lagi. Aku mendengus pelan—mulai terbiasa dengan godaannya.—meski wajahku terus memerah.

 

The way you take my hand is just so sweet

 And that crooked smile of yours

It knocks me off my feet

 

 

*****

 

“Nah, kita sudah sampai.” Kami berhenti di depan rumahku.

 

“Terima kasih oppa.” Dia mengangguk dan mengacak rambutku perlahan.

 

“Tidak masalah. Harusnya aku minta maaf sudah membuatmu pulang terlalu lama karena menungguku. Besok lagi pulanglah terlebih dulu.”

 

“Ah itu, tidak apa. Aku tidak masalah menunggumu cukup lama asal aku..bisa pulang bersamamu.” Aku menundukkan kepalaku, menyembunyikan wajahku yang mulai memerah. Aku terkejut ketika sepasang lengan meraih pinggangku dan mendekapku erat. Ragu-ragu kubalas pelukannya. Menikmati perasaan nyaman yang aneh ini. Pelukan pertama kami.

 

I can’t imagine what it’d be like

 Living each day in this life

Without you, without you

 

Dia meregangkan pelukannya dan tersenyum lembut padaku. Aku membalas senyumnya. Jantungku masih berdetak cepat, wajahku masih panas, namun semuanya terasa sangat nyaman. Sangat menyenangkan. Sangat indah. Perasaan yang tidak pernah aku rasakan pada siapapun. Hanya padanya. Dan bagaimana aku berharap waktu berhenti. Dan kami seperti ini. Selamanya.

 

I hope we always feel this way

 I know we will

And in my heart I know that you’ll always stay

 

Dia masih tersenyum padaku. Namun secara perlahan wajahnya mendekat hingga hidung kami nyaris bersentuhan. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, jadi aku memejamkan mataku. Menantikan apa yang akan terjadi. Dan ketika sepasang bibir yang lembut menyentuh bibirku, aku mengerti kenapa semuanya terasa begitu indah. Karena ini cinta. Karena hatiku dipenuhi oleh dirinya. Kim Sunggyu.

 

Oh, I just can’t get enough

How much do I need to fill me up?

 It feels so good, it must be love

It’s everything that I’ve been dreaming of

I give up, I give in, I let go, let’s begin

 ‘Cause no matter what I do

Oh, my heart is filled with you

 

*****

 

its too much I know =_=

Posted in My Fanfiction | Leave a comment

[FF/FICLET/PG13] My Own Way

Title : My Own Way

Chapter: 1/1

Genre: Romance, Fluff, AU

Rating: PG-13/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

Kim Myungsoo (L INFINITE)

Shin Rinrin (OC)

Song Seunghee (OC)

Warning:

FWP *Fluff without plot LOL

Do enjoy my story gorgeous^^

Flawless. Ya, mungkin itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan rupanya. Kulit putih pucatnya tampak kontras dengan rambut hitam lebatnya yang sedikit acak-acakan. Bibir dan hidungnya nyaris sempurna. Dan mata elangnya tajam membidik objek yang dia suka melalui lensa kamera. Senyum lebar menghiasi wajahnya tiap dia merasa puas dengan hasil bidikannya.

Sekolah masih sepi ketika dia melangkahkan kaki melewati lorong panjang yang menghubungkan antar kelas. Berhenti sesaat di loker yang bertulis namanya—meletakkan kamera kesayangannya—sebelum melangkah memasuki salah satu kelas yang menghadap halaman. Senyum lebar tersungging di bibirnya ketika melihat seorang gadis berambut panjang tengah serius menekuni baris demi baris buku di hadapannya.

“Hey Seunghee.” Sapanya ketika dia meletakkan tas dan bukunya tepat di samping gadis itu. Gadis itu mengalihkan pandangannya dan tersenyum ketika melihatnya.

“Myungsoo.” Balasnya riang dengan mata yang berbinar.

Well, sepertinya semalam Sunggyu hyung melakukan sesuatu yang luar biasa.” Myungsoo terkekeh pelan ketika melihat wajah sahabatnya bersemu.

“Eng, bukan hal yang istimewa. Hanya saja dia mengatakan sesuatu yang luar biasa semalam.” Ucapnya pelan.

“Coba kutebak, setelah kau desak berkali-kali akhirnya dia mengatakan kalau dia mencintaimu?” Myungsoo tertawa setelah menyelesaikan kata-katanya. Seunghee mendengus kesal dan memukul pelan lengan Myungsoo.

“Hei kau tahu kan betapa sulitnya dia mengatakan perasaannya. Jangan menggodaku begitu.” Rajuknya kesal.

“Tunggu sebentar.” Myungsoo menghentikan tawanya dan mengambil sesuatu dari tasnya.

“Ini. Untukmu.” Dia menyodorkan amplop berwarna biru pada Seunghee. Seunghee meraih amplop itu dengan heran.

“Kau tidak bermaksud memberikan surat cinta padaku kan?”

“Mana mungkin. Buka sajalah.”

Seunghee membuka amplop itu dan melihat isinya. Seketika matanya melebar dan wajahnya bersemu merah. Sebuah foto. Dia tengah tertidur pulas, dan Sunggyu, yang berada di sampingnya memandangnya dengan tatapan yang penuh kasih sayang seraya membelai lembut rambutnya. Situasi yang tidak asing. Ketika itu dia dan Myungsoo membantu Sunggyu pindah dari apartment lamanya. Namun Seunghee—tentu saja—tidak menyangka Myungsoo akan memotretnya dan terlebih lagi ekspresi Sunggyu di foto itu. Penuh cinta dan kasih sayang.

“Sunggyu hyung mungkin tidak bisa mengungkapkannya dengan baik, tapi kau bisa lihat dia sangat menyayangimu, bahkan mungkin lebih dari yang kau kira.”

“Myungsoo..terima kasih..”

 

*****

 

Gadis itu memiliki ekspresi yang bagus. Ketika dia tersenyum atau tertawa, seakan dunia sekitarnya mengecil secara perlahan dan menghilang. Hanya ada dia seorang. Tipikal ekspresi yang disukai seorang fotografer, dan itulah mengapa Myungsoo tertarik padanya. Paling tidak itulah yang dia coba yakini hingga saat ini.

“Hey sampai kapan kau hanya akan melihatnya?” Myungsoo tergagap ketika mendengar suara Seunghee di sampingnya. Dia terlalu larut dalam pikirannya hingga lupa saat ini seharusnya dia menikmati makan siangnya di kafetaria sekolah bersama sahabatnya.

“Myungsoo, ayolah, sudah hampir setahun kau menatapnya begitu. Apa kau yakin kau tidak akan mencoba mendekatinya?” suara Seunghee terdengar tidak sabar. Tentu saja. Siapa yang bisa sabar melihat sahabatmu selama setahun hanya menatap seorang gadis tanpa melakukan apapun?

“Tapi..kau tahu kan kalau aku hanya menyukai..”

“Ekspresinya? Tipikal ekspresi yang disukai fotografer? Kalau itu alasanmu, aku terlalu bosan mendengarnya. Ayolah, berapa lama aku sudah mengenalmu?” Myungsoo memalingkan wajahnya dari Seunghee, menyembunyikan wajahnya yang memerah.

“Baiklah, baiklah aku mengakuinya.” Myungsoo tidak menyadari senyum kemenangan yang menghiasi wajah Seunghee karena dia terlalu sibuk menyembunyikan wajahnya.

“Lalu apa yang akan kau lakukan?” Myungsoo menatap Seunghee dan mengerjapkan matanya.

“Memang aku harus melakukan apa?”

“Tsk, kau. Harus. Mendekatinya.” Kata Seunghee dengan memberikan penekanan di tiap katanya.

“Aku..tapi..aku..”

“Kau sulit mendekati orang? Kau sulit berbicara bebas jika bukan aku?” potong Seunghee cepat. Sedikit gemas dengan sifat Myungsoo. Kim Myungsoo. Orang yang dijuluki ice prince, sebenarnya tidak sedingin yang orang lain pikir. Hanya saja dia pendiam dan eng, sedikit sulit bergaul.

“Kau sendiri tahu aku bagaimana.” Gumam Myungsoo pelan. Seunghee mendengus pelan sebelum tiba-tiba dia tersenyum lebar.

“Kalau begitu, lakukan hal itu dengan caramu.”

“Ehm, maksudnya?” Myungsoo mengangkat alisnya—tanda tak mengerti. Seunghee tersenyum dan menunjukkan amplop biru yang tadi pagi Myungsoo berikan padanya.

“Ungkapkan perasaanmu dengan caramu sendiri.”

 

*****

Rinrin mendesah pelan seraya berjalan mendekati lokernya. Hari ini hari yang cukup melelahkan, dan dia ingin cepat pulang ke rumahnya. Dia sedikit heran ketika mendapati ada yang tidak biasa di lokernya. Sebuah amplop biru langit tertempel di pintu lokernya. Dia meraih amplop tersebut dan mengambilnya. Tertulis “untuk Shin Rinrin” di muka amplopnya.

Rinrin membuka amplop tersebut dan tertegun ketika mendapati foto dirinya ada di dalam amplop tersebut. Foto yang diambil ketika dia tengah tertawa dan tidak menyadari ada kamera yang terarah padanya. Foto yang sangat indah. Dia terlihat sangat cantik dalam foto itu. Rinrin membalik foto itu dan sangat terkejut mendapati nama “Kim Myungsoo” di belakang foto itu. Seketika jantungnya berdetak keras. Mungkinkah Kim Myungsoo yang itu yang memberikan foto itu padanya.

“Apa kau menyukainya?” tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang yang membuat Rinrin membalikkan badannya, dan dia sangat terkejut mendapati Myungsoo benar-benar berdiri di depannya. Menatapnya dan berbicara padanya.

“Em..ya, terima..terima kasih.” Gumamnya pelan. Myungsoo tertawa canggung sebelum kembali membuka percakapan.

“Kalau kau menyukai fotoku, aku bisa memotretmu kapanpun kau mau.”

“Benarkah?” ucap Rinrin tidak percaya. Myungsoo tertawa canggung lagi sebelum mengangguk pelan.

“Bagaimana sabtu ini?” Ryeomi tidak memercayai pendengarannya. Myungsoo mengajaknya pergi. Apa itu artinya…kencan?

“Eeng..bagaimana?”

“Tentu. Sabtu ini.”

 

******

 

haha its suck I know

Posted in My Fanfiction | 1 Comment

[FF/FICLET/PG13] Just Another Cheesy Story

Title : Just Another Cheesy Story

Chapter: 1/1

Genre: Romance, Fluff, AU

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

Nam Woohyun (Woohyun INFINITE)

YOU (yeah YOU *pointing at you*, but if you dont want to involved into my suck story just imagine the girl here is your cute cheesy author *pointing at me* LOL)

Kim Myungsoo (L INFINITE)

Warning:

 FWP *Fluff without plot LOL* dunno why I kinda love making a story without a real plot. Yeah, I made this just for fun, because my final is totally MENTAL BREAKDOWN OTL. And I need to make some cheesy story. So here it is.

HEAVY CHESSINESS SITUATION. If you dont like cheasy and greasy things, better prepare yourself, this is full of chessiness LOL

SLIGHTLY CURSING WORDS. I am not the type who cursing, but with all of suck situation where I trapped lately, I was cursing a lot. Just a light curse of course, but still pardon me for little bit cursing on this fic^^

Do enjoy my story gorgeous^^

 

 

aku mengerang pelan seraya merebahkan kepalaku di atas meja. Tadi itu benar-benar mental breakdown. Bagaimana mungkin aku bisa menjawab 8 soal terkutuk itu dengan benar? I even didnt give a damn what shit I’d written on my answer sheet .Aih, kenapa aku begitu bodoh sih?

 

“Hey.” Seseorang mengetuk kepalaku pelan. aku mengubah posisi kepalaku hingga aku bisa dengan jelas melihatnya tanpa harus mengangkat kepalaku. the almighty Kim Myungsoo duduk di depanku dan tersenyum lebar. ya, tentu saja. Sahabat jeniusku yang satu ini pasti tidak mengalami kesulitan mengerjakan those goddamned things. aku yakin dia paling tidak mendapat nilai A untuk mata kuliah ini, tapi tentu saja dia akan mendapat A+.

 

“Bagaimana tadi?” tanyanya lagi.

 

“Apanya yang bagaimana? Tanpa ditanya pun kau sudah tahu jawabannya. big disaster.” Aku menggerutu. Myungsoo terkekeh pelan.

 

“Tapi tadi kulihat lembar jawabanmu sangat penuh. Lembar jawabanku pun tidak sepenuh itu.”

 

“Iya, lembar jawabanmu tidak sepenuh milikku, karena milikku hanya berisi gombalan. Tidak ada intinya.”

 

Well, kalau begitu berharap saja dosen kita sepertimu.” Aku mengangkat kepalaku dan menatapnya heran. Apa maksud perkataannya?

 

“Yaaa, kau kan menyukai hal-hal cheesy. Nam Woohyun misalnya.” Dia tertawa setelah mengucapkan kata-katanya. Aku memukul lengannya perlahan dan ikut tertawa bersamanya. Nam Woohyun, pacarku, adalah orang pertama yang akan terlintas di benakmu ketika kau mendengar kata “gombal”.

 

“Hey, bagaimana kalau sebelum pulang kita pergi dulu ke suatu tempat. Kau tahu, final test ini juga cukup membuatku jenuh.” Aku terkekeh kecil mendengar kata-katanya. Ternyata seorang Kim Myungsoo bisa jenuh belajar juga.

 

“Nah, maaf aku kali ini tidak bisa pergi. aku ada janji dengan Woohyun oppa.” Aku dan Woohyun oppa sama-sama menghadapi ujian final kami minggu ini. karena itu kami sepakat untuk melepas sedikit kejenuhan kami di hari Jumat sore ini, sebelum kembali berjuang untuk minggu akhir ujian kami.

 

“Dengan moodmu yang seperti ini? well, I am pretty sure, I will hear such a cheesy story tomorrow.”

 

*****

 

Aku mengerjapkan mataku perlahan, sedikit silau karena cahaya lampu yang begitu terang. Aku berada di kamarku, dan masih mengenakan pakaian yang aku kenakan dari kampus tadi. Aku menatap jam digital di samping tempat tidurku. Jam 8 malam. Rupanya aku langsung tertidur setelah aku menangis menyesali ujianku tadi.

 

Aku bangkit dan berjalan keluar kamarku untuk mengambil air di dapur. Samar-samar kudengar suara televisi dari ruang sebelah. Pasti ayah dan ibuku tengah menonton televisi. Sepertinya lebih baik aku bergabung dengan mereka. tapi betapa terkejutnya aku ketika bukan ayah dan ibuku yang kudapati, namun seorang pria tampan berambut hitam yang tengah menikmati acara musik di televisi. Woohyun oppa. sial, aku lupa janjiku. Dia menoleh menyadari kehadiranku dan senyum manis langsung menghiasi wajah tampannya ketika melihatku.

 

“Hey sleeping beauty, akhirnya kau bangun juga.” Dia menepuk pelan tempat kosong di sampingnya—mengisyaratkan aku untuk duduk di sebelahnya. Aku duduk di sebelahnya setelah meletakkan gelasku di meja.

“Kau tahu..aku sangat kesepian menunggumu bangun.” Ucapnya setelah aku duduk di sampingnya. Aku mendengus pelan, here he comes with his greasiness

“Memang ayah dan ibu kemana?” biasanya, meski aku tidak ada di rumah, Woohyun oppa tidak keberatan menghabiskan waktu di rumahku. Dia sangat dekat dengan ibu dan ayahku. Ibuku, tentu saja—yang merupakan penggemar berat drama—sangat menyukai flower boys. Dengan penampilan Woohyun oppa yang seperti ini sudah tentu ibuku sangat menyukainya—itu juga alasan kenapa ibuku menyukai Myungsoo. Terlebih lagi Woohyun oppa sangat pintar bicara, bagaimana ibuku tidak menyukainya? Sedangkan ayahku, well, ayah Woohyun oppa merupakan pemilik agensi yang cukup terkenal di negeri ini, dan Woohyun oppa mengambil musik sebagai jurusan pilihannya, tentu saja akan sangat menyukainya. Ayahku memiliki obsesi terpendam pada musik. Dan karena aku tidak terlahir dengan bakat musik, tentu ayahku berharap banyak pada Woohyun oppa.

 

“Nonton film. tiket kita aku berikan pada mereka.” ya, seharusnya aku dan Woohyun oppa nonton film malam ini. pasti karena aku tertidur dan dia tidak tega membangunkanku akhirnya tiketnya diberikan pada ayah dan ibuku.

“Ah begitu.. Maaf, aku tertidur tadi. Seharusnya tadi oppa membangunkanku saja.” Gumamku pelan. woohyun oppa menggeleng dan mengelus kepalaku perlahan.

 

“Tidak apa, aku tahu kau pasti sangat lelah dan juga…hei, kenapa matamu bengkak? Apa kau tadi menangis?” aku terkesiap mendengar kata-katanya dan segera mengusap mataku pelan. sial, aku lupa aku tadi menangis sebelum tidur. Ah dan..bodoh, bodoh, aku baru bangun tidur, dan tanpa mencuci mukaku dengan sangat percaya diri aku duduk di hadapan kekasihku. aku pasti terlihat sangat jelek sekarang.

 

“Tidak oppa, aku tidak apa..”

 

“Hei, jangan bohong. Apa ini..tentang ujian tadi?” tanyanya lembut. Aku akhirnya mengangguk pelan. menyerah.

 

“Aku…rasanya aku tidak kuat lagi oppa. aku belajar semalaman, tapi tidak ada hasilnya. Aku tahu nilaiku begitu tinggi semester lalu, tapi itu justru menjadi beban. Aku tidak yakin semester ini nilaiku akan sebaik semester lalu. Aku takut aku akan mengecewakan ibu dan ayah. Aku..aku..“ aku tidak bisa menahan lagi air mataku. Woohyun oppa menarikku ke dalam pelukannya. Membiarkan air mataku membasahi kemejanya. Dia membelai pelan kepalaku. mencoba menenangkanku. Nyaman. Rasanya nyaman sekali. Rasanya aku bisa mengeluarkan semua keluh kesahku di pundak yang kokoh ini, rasanya aku bisa bersandar seperti ini untuk selamanya… dan di saat seperti ini, aku berharap waktu akan berhenti…

 

Aku tidak tahu berapa lama kami berada di posisi seperti ini, tapi begitu aku sudah bisa tenang dan tangisanku sudah reda, dia meregangkan pelukannya dan menatapku lembut.

 

“Hei, dengar. Bagi ayah dan ibu, yang membuat mereka bangga bukanlah nilai yang baik, atau prestasi yang tinggi. Tapi kerja kerasmu. Nilai dan prestasi hanya bonus saja. Percaya padaku, kerja kerasmu selama ini sudah cukup membuat mereka selalu bangga padamu. Dan juga, setiap kerja keras pasti akan ada hasilnya. Entah nanti atau sekarang. Yang terpenting, kau tetap berusaha dan bekerja keras seperti ini. masih ada seminggu ke depan. Dan aku yakin kau pasti bisa melewatinya. Kau punya ayah dan ibu. Kau juga memilikiku. Kami akan selalu ada bersamamu, melewati semua ini bersamamu.” Ucapnya lembut seraya mengusap air mataku. Aku mengangguk pelan. hatiku rasanya hangat. Hangat sekali. Seperti biasa, kata-kata Woohyun oppa selalu memiliki efek luar biasa menenangkan.

 

“Dan menurutku, kau akan selalu luar biasa. Meski nanti nilaimu turun, meski kau baru bangun tidur seperti ini, matamu bengkak dan hidungmu merah karena terlalu banyak menangis, meski..” aku memukul lengannya perlahan untuk menghentikan godaannya. Dia tertawa pelan dan mengacak rambutku. Dasar dia. Selalu menggodaku. Tapi tidak bisa dipungkiri sekarang rasanya jauh lebih ringan. Aku beruntung memiliki seorang Nam Woohyun dalam hidupku. Sangat beruntung..

 

Oppa…” aku memeluknya perlahan dan menyembunyikan wajahku di dada bidangnya. Lengannya bergerak secara otomatis mendekap tubuhku.

 

“Hmm?”

 

“Terima kasih. Aku…mencintaimu.” bisikku perlahan. Wajahku terasa sangat panas. Tidak seperti dirinya, aku bukan orang yang dengan mudah menyatakan perasaanku.

 

I know baby, I know.. Aku juga mencintaimu.” Dia mengelus pelan rambutku dan mendekapku semakin erat. Kami terdiam selama beberapa saat, menikmati keberadaan masing-masing dalam keheningan sebelum akhirnya Woohyun oppa memecahkannya.

 

“Hei, apa kau tahu, mencintaimu itu hal yang paling mudah, hal yang paling natural di dunia untukku? Mencintaimu itu seperti bernafas. Aku melakukannya tanpa sadar, baik saat aku tidur maupun bangun dan hal itu sangat vital bagiku. Aku tidak akan dapat bertahan hidup jika aku tidak mencintaimu..” ucapnya lembut. Dan meski aku mendengus pelan ketika mendengar kata-kata gombalnya, tetap saja aku tidak bisa mengingkari jantungku berdegup begitu cepat ketika dia mengucapkannya.

 

“Aku juga bingung kenapa aku bisa begitu mencintaimu..” lanjutnya lagi. dia belum selesai rupanya.

 

“Padahal aku mencintaimu hanya dengan setengah hatiku.” Kata-kata terakhirnya ini membuatku melepaskan pelukanku dan menatapnya heran. Apa maksudnya dia mencintaiku hanya setengah hati?

 

“Hanya setengah hati?” tanyaku tidak yakin. Dia mengangguk pelan.

 

“Maaf sayang tapi aku tidak bisa mencintaimu dengan seluruh hatiku. Setengah hatiku sudah diambil seseorang.” Oke, ini baru mental breakdown sesungguhnya. Mataku terasa panas. Rasanya aku bisa menangis lagi.

 

“Kalau begitu..siapa dia oppa? siapa gadis lain itu?” tanyaku dengan suara gemetar.

 

“Dasar bodoh.” Katanya seraya mencubit pipiku perlahan.

 

“Tentu saja aku hanya bisa mencintaimu dengan setengah hatiku. Setengah hatiku yang lain kan sudah kau ambil.”

 

******

 

FIN

 

*****

 

I am cheesy, I know :p

Soooo~ could anyone wrap that gorgeous, sexy, cheesy, greasy walking tree up for me and send him to my house? I’d already have my own cute, squishy, fluffy hamster here, soooo that greaseball would make my life totally complete LOL

I know I am kinda greedy, but I couldnt help it since both of them are too irresistible for me. It is almost a crime make a cute innocent girl falling for them too hard ;~~~~~~~;

Thanks a lot for reading and commenting for my weird blabbering, gorgeous, I love you so damn much, with half of my heart LOL *throw big big heart for you* bbuing bbuing~

After my final is over, I will concentrate make fics for the people whom I promised, and maybe I would stop writing, you must be happy cause you dont have to read on my blabbering rite? 😉

Posted in My Fanfiction | Leave a comment

I am not sure when I ordered this, but then after read this article, wow, no regret. the mission dvd is the best >.<

Posted in My Fanfiction | Leave a comment

[DRABBLE/1S/PG13] Undelivered Letters

Title : Undelivered Letters

Chapter: 1/1

Genre: Romance, AU

Rating: PG-13/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

few of INFINITE’s member and OC (you will find out soon^^)

And other supported casts^^

disclaimer: INFINITE’s member is not mine, I just own some characters and the plot so please respect me and dont copy without credit^^

Do enjoy my story^^

 

7 Juni 2012

Tidak ada yang istimewa hari ini. kafetaria kampus masih sarat hingar bingar mahasiswa yang tengah melepas sedikit kejenuhan akibat padatnya aktivitas perkuliahan. Begitu pun dengan dirinya. Masih seorang diri menatap hampa keramaian di sekitarnya—tenggelam dalam pusaran kesunyian yang dia ciptakan sendiri. Aku mendesah. Sampai kapan… sampai kapan dia akan tetap begini?

 

“Seunghee-ssi..” aku sedikit terkesiap—sama seperti dirinya—ketika mendengar dua pria berdiri di hadapannya. Jantungku berdegup kencang. Mereka berdua…aku yakin kedatangan mereka berdua ada hubungannya dengan orang itu.

 

“Ini buku milik Woohyun hyung. Kami pikir akan lebih baik bila diberikan padamu.” Yang bertubuh tinggi sedikit terbata mengutarakan maksudnya. Aku mendesah. Kenapa mereka harus memberikan buku itu padanya?

 

Dia hanya terdiam sesaat mengamati buku itu lekat. aku mendesah lagi. well, ini pasti sangat berat baginya. Tangannya gemetar ketika mengambil buku itu dan sedikit ucapan terimakasih lirih terucap dari bibirnya. Dua pria itu tertawa canggung sebelum kemudian berlalu dari hadapannya.

 

Dia menatap lama buku tersebut sebelum akhirnya mulai membuka lembar demi lembarnya. Menatap lama buku itu sebelum menghela napas panjang dan memasukkannya ke dalam tasnya. Dia berdiri dan berlalu cepat dari keramaian kafetaria. Ke kamar mandi kutebak. Dimana lagi tempat dia bisa menangis sepuasnya?

 

Woohyunnie, lihat bagaimana dia selalu mengingatmu. Lihatlah bagaimana dia selalu memikirkanmu. Lalu apa yang kau harap dariku?

 

*****

 

29 April 2012

 

“Woohyunnie, sampai kapan kau akan merahasiakan ini? Lambat laun dia akan menyadarinya. Menyadari tubuhmu yang kian lema. Dia sangat memerhatikanmu. Kau pikir bisa mendustainya terus?”

 

“Hyung…aku mohon hyung.. jangan beritahu dia. Aku..tidak ingin dia mengkhawatirkanku. Aku tidak ingin dia menghitung hari hingga aku meninggalkannya..aku..”

 

“Hei, Nam Woohyun, katakan hal itu sekali lagi dan aku akan benar-benar membunuhmu. Kau tidak akan pergi Woohyunnie, kau tidak akan meninggalkan siapapun.” Aku tidak bisa menahan emosiku yang kian memuncak. Namun pria di hadapanku hanya tersenyum lemah dan menggeleng.

 

“Tidak hyung. Kau yang paling tahu. Aku akan pergi cepat atau lambat..” ucapnya lembut. Aku menundukkan kepalaku. dia benar. Aku lah orang yang paling mengetahui hal itu. aku yang selalu menemaninya berjuang melawan penyakitnya.

“Hyung…maafkan aku.” Ucapnya lirih, mengusik keheningan di antara kami.

 

“Minta maaf..untuk apa?” aku sangat mengerti maksudnya. Sangat sangat mengerti. Hanya saja..aku tidak ingin hal itu mengemuka lagi.

 

“Hyung..aku tahu kau mengerti maksudku..” aku menghela napas panjang dan menatap wajah pucatnya. Aku tersenyum lemah.

 

“Aku sudah berulangkali mengatakannya kan, ini bukan salahmu.” Kemudian hening lagi. sebelum akhirnya dia kembali memecahkannya.

 

“Hyung..jika aku pergi, maukah kau melakukan satu hal untukku?”

 

“Apa..?”

 

“Gantikan aku. Gantikan aku untuk menjaganya. Gantikan aku untuk selalu membuatnya tersenyum. dan yang terpenting..buat dia melupakanku..”

 

*****

7 Juni 2012

 

Kuletakkan tasku sembarangan sebelum merebahkan diri ke ranjang. Memijat pelan keningku. Kenapa semuanya jadi begini rumit? Sudah hampir sebulan Woohyun pergi, dan aku masih belum menemukan cara memenuhi permintaan terakhirnya. Bagaimana bisa dia meminta hal itu padaku? aku tahu. Aku tahu jawabannya. aku  tahu kenapa dia meminta hal itu padaku. aku bangkit dan berjalan pelan menuju meja di sudut kamarku. Membuka lacinya, dimana terdapat setumpuk surat berwarna hijau mint. Kubuka salah satunya—menguak kembali sekilas cerita masa laluku.

 

14 Februari 2010

 

Dear Song Seunghee,

Hai. Mungkin ini terasa aneh bagimu. Menerima surat dari seseorang yang belum pernah kau temui. Mungkin juga akan semakin aneh kalau kau membaca isi suratku.

Well, mungkin ini akan terdengar sangat aneh. tapi..aku ehm, selalu memperhatikanmu. Tunggu, aku bukan stalker atau semacamnya. Hanya saja, setiap tanpa sengaja berpapasan atau bertemu denganmu, aku akan selalu memperhatikanmu. Sebenarnya bukan tanpa sengaja juga. Aku yang mencoba untuk berpapasan denganmu.

Tidak, tidak, aku tidak menyatakan perasaanku atau semacamnya. Hanya saja…eeng, maukah kau mengenalku? Maksudku, aku ingin mengenalmu lebih jauh. Kita bisa memulainya secara perlahan. Aku tidak akan memaksamu^^

 

Kim Sunggyu

 

Aku menghela  napas panjang. Menaruh surat itu kembali ke laci dan menutupnya. Entah sampai kapan surat-surat itu akan sampai ke tangannya. Entah sampai kapan aku bisa memenuhi keinginannya..

 

*****

 

20 Januari 2011

“Hyung..surat-surat ini…” aku bergegas merebut surat dari tangan Woohyun.

“Ini..jangan…jangan kau baca..” aku merasakan pipiku memanas. Sial, bagaimana mungkin aku meninggalkan Woohyun sendiri di kamarku?

“Hyung..kau..menyukai Seunghee? kau menyukainya sebelum aku bertemu dengannya?” dia memegang lenganku erat—menuntut jawabanku. Aku menghela napas panjang dan mengangguk pelan.

“Lalu hyung, kenapa. Kenapa kau tidak menceritakannya padaku? kenapa kau membiarkanku… aah hyung, kenapa kau membuat semuanya jadi rumit?”

“Aku…juga bingung. Ketika kau bercerita kau sedang menyukai seseorang. Aku sangat senang. Karena aku tahu, kau sangat menyukai orang itu. dan ketika mengetahui orang itu adalah Seunghee..aku..tidak tega mengatakan perasaanku. Terlebih lagi dia juga menyukaimu.”

“Hyung…lalu bagaimana dengan surat ini?” aku menatapnya sambil tersenyum getir.

“Tidak apa-apa, Woohyunnie.. biarkan surat-surat ini tak akan terkirim. Sampai kapanpun..”

 

****

 

FIN

Posted in My Fanfiction | Leave a comment

[SONGFICT/1S/PG13] Real Story

Title : Real Story

Chapter: 1/1

Genre: Romance, AU

Rating: PG-13/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

Kim Sunggyu (Sunggyu INFINITE)

Song Seunghee (OC)

And other supported casts^^

disclaimer: Sunggyu is MINE (wkwk, kidding, sadly, he is not mine :’) ), I just own some characters and the plot so please respect me and dont copy without credit^^

the english sentences in italic taken from INFINITE’s song, Real Story

Do enjoy my story^^

 

Kim Sunggyu

 

“Gyu oppa…” suara itu mengalun, mengusik kesunyian yang menyelimuti apartmentku.

“Hmmm?” aku menanggapinya—tanpa mengalihkan pandanganku dari buku yang tengah kubaca.

“Ada yang ingin kutanyakan..” aku menutup bukuku dan mengalihkan perhatianku sepenuhnya padanya. Tidak biasanya dia meminta ijin hanya untuk sekedar bertanya padaku.

“Itu..apa oppa benar benar mencintaiku?” dia menundukkan wajahnya—menghindari tatapanku. Sekilas kulihat pipinya memerah. Aku terkekeh pelan dan mengacak rambutnya perlahan. Menikmati wajahnya yang semakin memerah.

“Kenapa kau menanyakannya lagi?” bukan sekali ini dia menanyakan hal itu. ya, mungkin dia tidak puas akan semua jawabanku selama ini. aku memang tidak pernah mengatakan secara terang-terangan aku mencintainya. ehm, sayang mungkin pernah. Tapi yah, cinta itu bukan sesuatu yang mudah untuk diungkapkan kan?

 

You ask me again today if I love you

I only laugh and ask why you say that again

 

Tapi kemudian tawaku terhenti ketika dia menoleh ke arahku dan menatapku tajam. Oh tidak, tidak lagi. kalau dia sudah mulai begini, aku tahu akhirnya akan selalu sama. Kami akan bertengkar.

“Itu karena oppa tidak pernah mengatakannya. Apa hal itu begitu sulit untuk dikatakan?”

“Itu….” aku mengusap tengkukku perlahan—mengalihkan tatapanku darinya.

“Semua orang mengucapkannya dengan mudah pada kekasihnya. Lalu kenapa hal itu sangat sulit kau lakukan?” rutuknya kesal—meski nada suaranya tidak setajam sebelumnya.

“Semua orang? Siapa yang kau maksud dengan semua orang?” aku terkekeh pelan, mencoba mencairkan suasana. Jujur saja, aku tidak habis pikir dengan semua ini. maksudku, aku mencintainya. setiap hari. Setiap waktu. Apa perlu aku mengucapkannya padanya?

 

Are those words that hard to say?

Is it hard for me to do something that everyone does?

Do I need to say it for you to know?

I love you everyday

 

 

“Semua orang. Dulu waktu masih memiliki kekasih, Myungsoo sering mengucapkannya. Lalu kata Nara, Sungyeol oppa juga sering mengatakannya.” Dia mulai merajuk, menyebutkan nama teman-temannya. Aku terkekeh lagi.

“Hei, apakah itu hal yang penting? Maksudku, tanpa aku mengucapkannya kau juga sudah tahu kan. Apakah itu tidak penting? Oke, mungkin Myungsoo, Sungyeol, dan yang lain melakukannya. Lalu kenapa? Itu tidak ada hubungannya dengan kita kan?” aku mengatakannya dengan nada ringan.

 

Is it really that important?

Is my heart not enough?

I really don’t know

Why is it important about what others do?

 

 

“Woohyun oppa juga dulu sering mengatakannya..” gumamnya lirih. Aku terkesiap mendengar nama itu. oke, kalau dia mulai menyebut nama “Nam Woohyun” itu artinya ini adalah hal yang serius. Mungkin dulu bagiku ini bukan hal yang serius. Tapi sejak akhirnya kami mulai sering mengungkapkan apa yang kami rasakan, aku mulai terang-terangan menunjukkan sedikit rasa cemburuku padanya.

“Yaa, itu kan dia. Aku berbeda dengannya kan?” ucapku—mencoba untuk tetap terdengar santai. Dia mengangguk pelan—membenarkan kata-kataku.

“Atau jangan-jangan kau merasa dia lebih baik dibandingkan dengan diriku?” aku terkekeh pelan, masih mencoba untuk terlihat tengah bercanda, meski sebenarnya aku sedikit khawatir dia akan membenarkan kata-kataku.

“Mungkin. Yang jelas dia lebih peka, dia juga lebih terang-terangan menunjukkan perasaannya, dia lebih romantis, dan yang terpenting dia juga tidak pernah menghilang tanpa kabar.” Seunghee sedikit terkekeh setelah menyelesaikan kata-katanya. Dia benar. Meski aku benci mengakuinya.

“Tapi..” dia melanjutkan lagi kata-katanya, tapi aku buru-buru menyelanya—enggan mendengarkan lebih lanjut.

“Kalau begitu kembali lagi padanya. Mudah kan?” aku berusaha untuk membuat suaraku terdengar normal. Tapi yang keluar justru geraman rendah. Seunghee terdiam sesaat, sebelum akhirnya dia menghela napas panjang dan tertawa pelan.

“Padahal tadinya aku mau mengatakan meski oppa begitu, aku tetap tidak pernah sekalipun menyesal bersama dengan oppa. tapi yah, sepertinya lagi-lagi aku salah memahami oppa.” ucapnya dengan sedikit sarkastik. Aku terkesiap. Tidak tahu harus mengatakan apa. Terlampau terkejut dengan kata-katanya.

“Aku salah karena selama ini menganggapmu tidak bisa mengatakannya karena oppa tidak bisa mengungkapkan perasaanmu lewat kata-kata. Tapi aku salah. Oppa tidak mengatakannya karena selama ini oppa meragukanku, benar kan? Atau oppa menganggapku tidak pantas? Atau bahkan oppa tidak mencintaiku?” air mata mulai meluncur turun membasahi pipinya. Aku menghela napas panjang. Sepertinya kali ini aku harus mengalah. Sekaku apapun nantinya, sepertinya aku harus benar-benar mengucapkannya. Aku tidak tahan melihatnya menangis begini.

 

You cry again today, saying I’m too much

It’s just the same answer to the same question

 

 

Aku menggeser posisiku mendekatinya. Perlahan kuraih kedua telapak tangannya dan menggenggamnya. Kemudian kuusap air matanya dengan lembut.

“Hei, dengarkan aku. Aku mungkin tidak pandai mengucapkan kata-kata romantis seperti Nam Woohyun itu, karena itu mungkin ini akan terdengar kaku atau aneh.” aku berdeham, mengumpulkan keberanianku. Dia mengangkat wajahnya dan menatapku lekat—menunggu kelanjutan kata-kataku.

“Bagiku, hanya ada kau seorang. Tidak ada yang lain. Kau benar, mungkin aku tidak terlihat begitu, tapi percayalah, aku memperhatikanmu. Dan itu berlangsung sejak dulu, sejak aku jatuh cinta padamu, hingga akhirnya kita pacaran, dan sampai sekarang. Perasaanku padamu tidak berubah sedikitpun.”

 

Hey, wait a second, I only look at you

Even if I don’t act like it, I’m paying attention

Hey, it’s constant, there’s no change

You’re a fool who puts her everything just words

 

 

“Mungkin kau bertanya kenapa aku tidak bisa mengucapkan betapa aku mencintaimu, tapi asal kau tahu, kata-kata itu selalu menggelitik benakku tiap kau menanyakannya. Kata-kata itu sudah ada di benakku, hanya tinggal mengucapkannya. Tapi bukankah kata-kata itu akan kehilangan maknanya jika aku terus menerus mengucapkannya? Aku ingin kau merasakannya dengan hatimu, bukan dengan telingamu…”

 

Why wouldn’t I know those words of “I love you”?

It’s tickling me as it’s around my neck

Why wouldn’t I be able to do it?

Those words that are on my mouth

There’s really no big meaning to it if I keep on repeating it

 

 

“Kemudian masalah Nam Woohyun. Aku tahu, dibanding dengannya mungkin aku sama sekali tidak romantis. Harus pacaran dengan orang yang tidak peka sepertiku, mungkin lama-lama kau akan merasa lelah. Tapi aku berjanji padamu, aku akan berusaha menjadi kekasih yang baik untukmu..” wajahku terasa sangat panas setelah mengucapkan semuanya. Dengan kikuk kulepaskan genggaman tanganku, dan mengalihkan tatapanku ke arah lain. Sial, gadis ini benar-benar memaksaku mengatakan semuanya.

Going out with the blunt me, You’ll probably become tired because of me But I’ll promise you one thing, I’ll do better than anyone else

 

“Tidak. oppa yang terbaik untukku. Selamanya akan begitu. Maafkan aku..” Gumamnya pelan seraya merengkuhku perlahan ke dalam pelukannya. Aku balas mendekapnya, menikmati perasaan aneh yang nyaman menjalari tubuhku. Aku jadi merasa sangat bersalah padanya. Harusnya ini bukan masalah besar. aku mencintainya, kalau hanya mengucapkannya kenapa sampai jadi masalah besar seperti ini?

“Harusnya aku yang minta maaf.” Bisikku pelan—tepat di telinganya.

“Maafkan aku karena telah membuatmu sedih. aku hanya takut. Kata-kata itu mudah untuk diucapkan, tapi kemudian cepat menghilang dari pendengaran. Aku takut jika aku mengatakannya terlalu sering, perasaan itu akan cepat menghilang dari hatimu. Tapi seharusnya mungkin memang hal itu perlu diucapkan sesekali. Maafkan aku, selama ini tidak bisa menjadi kekasih yang baik untukmu. Tapi aku berjanji, aku akan selalu ada di sisimu, dan aku akan terus berusaha memperbaiki diriku. Karena aku…” aku menghela napas panjang, membiarkan keheningan menyelimuti kami untuk sesaat.

 

I become sorry to the smiling you

I feel like I’m typing you up, with the words of love

It’ll become lighter, with whispers through the ears, side by side

You’ll never be sad

I’ll change gradually with those words I cherish

Without change, I’ll stay by your side I

’ll do better and better, because I know very well

 

“Aku mencintaimu. Song Seunghee, aku sangat sangat mencintaimu..”

 

****

 

THE END

Posted in My Fanfiction | Leave a comment

[FF/S/1S/PG-15] Still Untitled

Title : Still Untitled

Chapter: 1/1

Genre: Romance, AU

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

Kim Sunggyu (Sunggyu Infinite)

Song Seunghee (OC)

And other supported casts^^

Song Seunghee

 

                Laki-laki itu sama sekali tidak peka.

 

Yap, aku sangat setuju dengan pernyataan itu. sepertinya kadar kepekaan laki-laki berada jauh jauh dibawah perempuan. Mereka sama sekali tidak bisa—dan sepertinya juga tidak berusaha—memahami perasaan perempuan.

 

“Tapi aku tidak begitu.” Selalu itu yang akan dikatakan Kim Myungsoo—teman sebangkuku—tiap aku mengemukakan hal ini.

 

“Tidak seperti yang terlihat, aku ini sebenarnya cukup peka loh. Terutama kalau menyangkut perasaan perempuan.” Lanjutnya lagi—meski kenyataannya saat ini dia tidak memiliki kekasih setelah putus dari kekasihnya beberapa waktu yang lalu.

 

Ya, aku tahu Myungsoo benar. Tidak semua laki-laki seperti itu. tapi kalau berbicara mengenai Kim Sunggyu, seratus persen pernyataan tadi benar. Kim Sunggyu itu mungkin laki-laki paling tidak peka nomor satu sedunia.

 

“Memangnya apa yang salah dengan Sunggyu hyung?” itulah yang ditanyakan Myungsoo ketika aku menyebutkan nama Kim Sunggyu sebagai contohnya.

 

Banyak. Banyak sekali yang salah. Pertama, isyarat, sinyal, atau tanda-tanda tidak akan berlaku sama sekali baginya. Aku bukan tipe orang yang bisa membahasakan perasaanku dengan baik. Tiap kali aku kecewa atau kesal padanya, aku enggan untuk mengungkapkannya secara gamblang. Aku hanya memberikan isyarat melalui gestur tubuh atau ekspresi wajah. Kadang bila sangat kesal, bisa juga melalui kata-kata. Hanya saja tidak secara langsung mengatakan “Aku kesal” atau “Aku Marah” tentu saja. Dan dia tidak pernah menyadari aku kesal padanya. Sama sekali tidak. Jadi bisa dibilang Kim Sunggyu itu sangat buruk dalam membaca ekspresi maupun bahasa tubuh.

 

Kedua, dia tidak pernah membujukku jika aku sedang kesal atau marah. Yah, dia juga tidak pernah menyadari aku kesal padanya sih. Tapi jika akhirnya dia menyadari aku tengah kesal padanya dia hanya berkata, “Oooh, kau sedang kesal ya. Pantas sejak tadi hanya diam.” Kemudian dia membiarkanku sampai aku baik sendiri. Sudah. Selesai. Padahal kebanyakan laki-laki jika kekasihnya marah maka mereka akan membujuknya dengan kata-kata manis atau sejenisnya. Yaa, akhirnya aku juga menyerah sendiri sih. Lagipula aku tidak pernah benar-benar marah padanya. Karena dia emmm orang yang sangaaaaaatttt baiiikkk. Dia tidak pernah kesal, marah, atau “ngambek” sama sekali padaku. padahal tidak terhitung seberapa sering aku kesal padanya karena alasan yang tidak jelas—masa sensitif tiap bulan misalnya.

 

Ketiga, dia tidak pernah menawariku bantuan. Harus aku sendiri yang meminta padanya. Misalnya saja, ketika acara pentas seni di sekolahku beberapa bulan lalu. Acaranya malam hari dan tidak ada yang mengantarku. Padahal aku harus ke sana karena aku sudah berjanji pada Myungsoo akan melihat band kelas kami tampil. Aku bercerita padanya tentang hal ini. normalnya, seorang laki-laki tentu akan mengatakan “Kalau begitu biar kuantar saja.” , tapi apa yang dia katakan? “Kau kan bisa berangkat bersama Myungsoo.” Bisa bayangkan bagaimana perasaanku ketika itu? aku kesal bukan main padanya. Memang, akhirnya dia mengantarku juga. Tapi setelah kuminta. Selalu seperti itu. Memang, dia akan melakukan apapun yang kuminta. Semuanya. Tapi tidak pernah dia berinisiatif melakukan sesuatu tanpa aku minta. Yaa, seperti yang sudah kukatakan di awal. Sinyal, tanda-tanda maupun isyarat sama sekali tidak berlaku baginya.

 

Keempat, dia tidak pernah cemburu padaku. sama sekali tidak pernah. Padahal seringkali aku cemburu dengan teman-teman dekatnya. Seringkali aku cemburu jika aku tahu dia tengah bersama dengan perempuan lain. Namun tidak demikian dengannya. aku sangat dekat dengan Myungsoo. Ya, karena kami selalu satu kelas selama 2 tahun ini—terlebih kami duduk bersebelahan di kelas 2 ini. seringkali aku dan Myungsoo pergi berdua. Tapi dia sama sekali tidak pernah cemburu. Oke, mungkin ini karena Myungsoo adalah teman baikku. Karena itu aku mencoba dengan Lee Howon, seniorku yang jadi idola banyak gadis di sekolahku karena gayanya yang keren dan wajahnya yang tampan tentu saja. Aku sering bercerita banyak tentang Howon sunbae padanya—seolah aku mengidolakannya seperti teman-temanku yang lain. Aku memang “sedikit” mengidolakan Howon sunbae, tapi tidak seperti teman-temanku yang agak berlebihan. Aku harap dengan melebih-lebihkan ceritaku dia akan—paling tidak—menyuruhku berhenti membicarakan Howon sunbae. Tapi dia malah menanggapi ceritaku dengan santai. Karena aku benar-benar penasaran ingin membuatnya cemburu, aku akhirnya bercerita tentang Nam Woohyun, “mantan” orang yang pernah dekat denganku. Padahal sesungguhnya aku sama sekali tidak suka membuka lembaran di buku yang telah tertutup. Tapi mau bagaimana lagi. aku terlanjur penasaran. Sayangnya upayaku tidak juga berhasil. Dia sama sekali tidak terlihat cemburu. Hal ini lah yang membuatku terkadang mempertanyakan perasaannya padaku.

 

Kelima, dia hampir tidak pernah mengatakan bagaimana perasaannya yang sesungguhnya. Hanya sekali, ketika dia memintaku jadi kekasihnya. Selebihnya sama sekali tidak pernah.  Jangankan “Aku mencintaimu” atau “Aku menyukaimu”, hanya sekedar mengatakan “Aku rindu” saja tidak pernah. Yaa, aku juga bukannya orang yang tidak peka—seperti dirinya. Kebalikan dari yang terlihat, sebenarnya aku sangat peka. Aku sangat memahami tiap isyarat yang diberikan orang lain padaku. membaca gestur tubuh atau ekspresi wajah bukanlah hal yang sulit untukku. Jadi sesungguhnya aku sangat memahami perasaannya padaku—tanpa mempertanyakannya. Hanya saja aku ingin dia mengatakan hal tersebut. Aku sangat mengerti hal-hal tersebut sulit diungkapkan. Karena aku juga bukan orang yang dengan mudah mengungkapkannya secara verbal. Jadi aku sangat mengerti tidak semua hal harus diungkapkan dengan kata-kata. Tapi bukankah kata-kata itu terkadang sangat penting untuk memastikan hal yang tidak terungkap itu?

 

Selanjutnya, dia itu sama sekali tidak romantis! Kudengar orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaannya lewat kata-kata lebih sering mengungkapkannya lewat tindakan. Tapi hal itu tidak berlaku padanya. Jangankan berpelukan atau berciuman—seperti yang diceritakan teman-temanku yang lain ketika mereka tengah pacaran—berpegangan tangan pun aku tidak pernah. Bahkan kalau kami tengah pergi bersama, dia tidak pernah berjalan berdampingan denganku. Dia selalu ada di depanku, dan aku akan mengikutinya. Padahal sudah 1,5 tahun lebih kami pacaran. bahkan Myungsoo mungkin lebih sering merangkulku atau menggandeng tanganku dibanding dia. Jadi sebenarnya dia pacarku atau bukan sih?

 

Dan yang terakhir—juga yang terburuk, dia seringkali menghilang dalam waktu yang cukup lama. dia tidak mengirimiku pesan atau menelepon dalam waktu yang cukup lama. jika kemudian aku menyerah dan akhirnya menghubunginya terlebih dulu, dia hanya tertawa dan mengatakan dia terlalu sibuk hingga lupa menghubungiku. Aku pun memahaminya. Kesibukan kuliah selalu menyita waktunya. Aku tidak minta waktu lama-lama kok, hanya 5 meniiiiiit saja untuk menghubungiku. tapi ya, mungkin baginya 5 menit terlalu berharga jika digunakan untuk menghubungiku. Seperti yang terjadi saat ini. sudah hampir 3 minggu dia tidak menghubungiku sama sekali. Sama sekali. Aku tahu, seharusnya aku menghubunginya terlebih dulu. Hanya saja kali ini aku ingin mengetahui seberapa lama dia akan mengabaikanku seperti ini. meski jujur saja aku cukup mengkhawatirkannya dan juga…eeeeng merindukannya.

 

Ya, harus kuakui aku terlalu merindukannya. Aku rindu matanya yang sipit, cara tertawanya yang khas, aku rindu suara lembutnya, aku rindu saat dia membuatku kesal, aku rindu saat dia membuatku cemburu, aku rindu saat-saat aku menangis karena terlalu kesal padanya. Bahkan jika dia dia datang hanya untuk membuatku kesal dan menangis ataupun cemburu, itu tidak akan masalah bagiku. Asal dia ada di hadapanku. asal aku bisa melihatnya. asal aku bisa bertemu dengannya. Karena aku terlalu rindu…. aku sangat merindukannya……

 

 

*****

 

 

Karena tidak tahan lagi menahan kerinduanku, akhirnya kuputuskan untuk menemuinya. Dia tinggal sendiri di apartment yang terletak tidak jauh dari sekolahku. Karena itu di sinilah aku. Di depan pintu yang menghubungkanku dengan tempat tinggalnya, dunianya, dan—tentu yang paling penting—dengan dirinya. Dengan Kim Sunggyu. Tanganku terangkat, hendak menekan bel, tapi kemudian kuturunkan lagi—urung menekan bel. Entah kenapa keraguan masih menguasai diriku, nyaris mengalahkan rasa rinduku. Aku menghela napas—memantapkan hatiku. Tapi sebelum aku kembali berusaha menekan bel, pintu itu terbuka dari dalam—membuatku refleks mundur beberapa langkah ke belakang. Memunculkan sosok tinggi berambut kecoklatan. Aku mengenalnya. Sangat mengenal rambut kecoklatan itu. sangat mengenal mata sipit yang kini menatapku lekat itu. dia…

 

“Gyu oppa..” desisku perlahan.

 

“Seunghee-ah, ada apa kemari? Tidak biasanya..” ucapnya seraya tersenyum. senyum itu. senyum yang sangat kurindukan….

 

“Ah itu.. Oppa tidak menghubungiku selama beberapa minggu ini. karena itu aku kemari.” Gumamku pelan.

 

“Aku memang sibuk akhir-akhir ini. terlebih kemarin aku harus pulang ke Gangnam karena ibuku sakit..” ucapnya seraya keluar dari apartmentnya dan mengunci pintu. Apa katanya tadi? Dia pulang ke Gangnam dan tidak memberitahuku sama sekali?

 

“Karena terlalu banyak yang harus kuurus aku jadi lupa untuk menghubungimu. Maafkan aku ya..” dia mengucapkannya lagi. kata-kata yang sama. Gestur yang sama. Senyum yang sama. Haruskah aku memaafkannya—seperti biasanya.

 

“Harusnya kau meneleponku dulu kalau mau kemari. Aku harus berangkat ke kampus sekarang. Tidak apa kan?” lanjutnya lagi. apa tadi katanya? Sekarang—setelah aku menemuinya dia pun tidak punya waktu untuk menemuiku?

 

“Seunghee-ah…” panggilnya lagi. aku menatapnya lekat. kemudian menghembuskan napas panjang. Ya sudahlah, lagipula salahku juga datang tanpa pemberitahuan.

 

“Iya oppa, tidak apa. Kebetulan tadi aku lewat depan apartment oppa, karena kemudian aku teringat oppa makanya aku mampir.” Dustaku.

 

“Oooh begitu. Ya sudah, kalau begitu ayo, kuantar sampai halte.” Ucapnya seraya melangkah pergi. aku menghela napas panjang dan kemudian mengikuti langkahnya. Aku menatap punggungnya yang tegap. Apa dia tidak tahu aku kemari karena aku merindukannya? Apa dia tidak merasakan hal yang sama denganku?

 

“Gyu oppa..” panggilku perlahan.

 

“Hmm?”

 

“Apa…..apa oppa merindukanku?” gumamku lirih. Aku sendiri tidak tahu apa dia akan mendengarnya. Namun ketika melihat langkahnya terhenti aku tahu dia mendengarnya. Dia memutar tubuhnya hingga kami kini berdiri berhadapan.

 

“Seunghee-ah, apa kau tadi menanyakan sesuatu? Aku sepertinya tadi salah dengar,aku…”

 

“Apa oppa merindukanku?” potongku cepat—tanpa keraguan. Kutatap matanya yang menatapku ragu.

 

“Eh, itu…aku….” dia mengusap tengkuknya perlahan dan mengalihkan tatapannya ke arah lain.

 

“Aku…bingung, kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?” tanyanya lagi—masih tidak menatapku. Aku menghela napas. Selalu begini. Apa dia tidak merindukanku seperti aku merindukannya?

 

“Aku hanya ingin tahu apa oppa merindukanku atau tidak. Karena aku…merindukanmu.” kuakhiri kalimatku dengan lirih. Aku menundukkan wajahku ketika dia kembali menatapku.

 

“Eh..itu…”

 

“Sudah 3 minggu oppa tidak memberikan kabar sedikitpun. Bahkan oppa pulang ke Gangnam saja aku tidak tahu. Aku tahu oppa memang sangat sibuk. Tapi aku hanya minta sedikit waktu oppa saja kok. 3 atau 5 menit sudah cukup untukku. Asal oppa memberitahuku keadaan oppa, itu lebih dari cukup untukku. Paling tidak aku tidak akan mengkhawatirkan atau merindukan oppa.” aku sendiri kaget karena kali ini aku begitu lancar mengungkapkan isi hatiku.

 

“Maaf..” gumamnya lirih. Amarahku kali ini benar-benar menggelegak. Aku memejamkan mataku sejenak—menahan amarahku. Kemudian aku mengangkat wajahku. Tersenyum ke arahnya.

 

“Sudahlah. Tidak usah dipikirkan oppa. aku sedikit melantur tadi. Sepertinya aku sedikit terlalu lelah. Ayo, katanya oppa tadi harus ke kampus.” Aku melangkah mendahuluinya. Dia terdiam cukup lama hingga akhirnya memutuskan mengikuti langkahku. Dalam sekejap dia sudah menjajari langkahku.

 

“Emmm…Seunghee-ah..” panggilnya lirih.

 

“Hmmm?” aku menoleh menatapnya.

 

“Apa kau marah padaku?” tanyanya kemudian—ragu.

 

“Apa aku terlihat seperti orang yang marah?”

 

“Eeem..tidak sih, tapi…”

 

“Ya sudah kan tidak ada masalah.” Ucapku sambil beranjak pergi.

 

“Seunghee-ah, tunggu..” dia menahan tanganku. Membuatku kembali berpaling padanya.

 

“Dengar, aku minta maaf, oke? Aku tahu ini kesalahan besar. menghilang selama 3 minggu tanpa kabar. Membuatmu khawatir padaku. kalau ada yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku, katakan saja. Aku akan melakukannya.”

 

Oppa, apa sejak tadi aku berteriak? Menggerutu? Atau membentak? Aku tidak..”

 

“Aku tahu kau marah. Benar-benar marah. Kau bahkan tidak bisa lagi menggerutu atau berteriak karena terlalu marah kan?” potongnya cepat. Aku menghela napas panjang, kemudian menundukkan kepalaku. menolak menatap matanya.

 

Oppa benar. Aku marah. Sangat marah. 3 minggu, oppa. selama 3 minggu oppa sama sekali tidak memberi kabar. Yah, aku tahu oppa orang sibuk. Waktu sedemikian berharga bagimu. Mungkin aku yang tidak cukup layak untuk mendapat sedikit waktu oppa..” tanpa bisa kucegah air mataku mengalir turun.

 

“Seunghee-ah, bukan. Ini bukan seperti yang kau pikirkan..”

 

“Ya, ini mungkin bukan seperti yang aku pikirkan. Aku ini orang yang terlalu berlebihan dalam berpikir. aku juga yang egois karena selalu menyalahkan oppa. aku ini kekanakkan. Aku tidak bisa mengerti oppa. karena itu kali ini aku mencoba mengerti dirimu. Aku mencoba untuk tidak merajuk meminta sedikit waktumu seperti biasanya. Aku juga mencoba untuk tidak marah-marah meskipun sebenarnya aku marah.” Aku semakin tidak bisa mengendalikan emosiku.

 

“Seunghee-ah…” dia menyentuh lenganku perlahan. Aku mengangkat wajahku—menatapnya tepat di kedua manik matanya.

 

Oppa, apa karena aku yang seperti itu kau jadi tidak menganggapku sebagai kekasihmu?” aku mencoba mengatakannya dengan tenang. Tapi suaraku gemetar luar biasa. Dia membelalakkan matanya mendengar kata-kataku.

 

“Seunghee-ah, bagaimana kau bisa mengatakan hal seperti itu? tentu kau kekasihku..”

 

Oppa tidak pernah mengatakan oppa merindukanku, apalagi menyukaiku. Hanya sekali. Itu pun dulu. Lalu oppa sering menghilang tanpa kabar. Terlebih oppa tidak pernah cemburu padaku. apa itu yang namanya kekasih?”

 

“Seunghee-ah, tentang itu…”

 

“ah sudahlah. Apa-apaan aku ini. tiba-tiba datang dan menangis tidak jelas begini.” Aku mengusap kasar air mataku seraya tersenyum hambar. Menggelikan sekali aku ini. baru saja aku berkata ini itu tentang “ingin-menjadi-kekasih-yang-baik”, tapi apa yang aku lakukan?

 

Oppa, aku pergi dulu ya. Maafkan aku tiba-tiba mengganggumu begini.” Tanpa menunggu jawabannya aku langsung melangkah pergi.

 

 

****

 

 

Huh, dasar Sunggyu oppa menyebalkan. Aku sudah susah-susah datang ke apartmentnya, mengatakan hal-hal yang tidak jelas, bahkan sampai menangis. Dan dia hanya berkata, Seunghee-ah, Seunghee-ah. Aaaahhhh, menyebalkan sekali!!!!!!!

 

Tiba-tiba aku merasakan ponsel yang ada di dalam saku rokku bergetar pelan. kuraih ponselku—sedikit berharap Sunggyu oppa menelepon atau mengirimiku pesan. Tapi harapanku sia-sia, ternyata itu pesan dari Myungsoo.

 

From : Kim Myungsoo

Hei, apa kau sudah menemui Sunggyu hyung? Dia tidak sakit, atau kecelakaan seperti yang kau khawatirkan selama ini kan?

 

Aku mengerucutkan bibirku seraya membalas pesannya. Sudah pasti Myungsoo akan menertawakanku habis-habisan kalau dia tahu aku baru menangis habis habisan di depan Sunggyu oppa.

 

To: Kim Myungsoo

Sudah. Besok saja kuceritakan.

 

Setelah mengirimkan pesan itu pada Myungsoo. Aku menatap wallpaper ponselku. Foto kami berdua. Aku mencibir pelan ke arah wallpaper itu kemudian langsung menggantinya dengan fotoku bersama Myungsoo. Selanjutnya tentu saja aku akan mengganti nama kontak “My Kim Sunggyu” menjadi “Kim Sunggyu” saja. Ah, tentu tidak lupa aku mengganti speed dial ponselku. Tadinya Sunggyu oppa ada di nomor satu, kurasa lebih baik aku menggantinya jadi nomor dua saja—menukarnya dengan nomor ayahku.

 

“Hei, nona, awaaaasss!!!!!” sontak aku terkejut mendengar teriakan itu. aku terkesiap dan terhenti seketika. Karena terlalu sibuk dengan ponselku, aku sampai melupakan sekelilingku. Aku menoleh dan seketika terkejut ketika melihat mobil yang melaju cukup kencang ke arahku.

 

 

****

 

 

“Nah, sudah selesai. Untung lenganmu tidak parah, hanya saja jangan terlalu sering digunakan untuk bergerak. Lain kali berhati-hatilah.” Dokter Jang mengatakan hal itu seraya tersenyum tipis. Dia baru saja selesai membebat lengan kiriku yang sedikit terkilir. Untung saja aku tadi sempat menghindar jadi aku hanya terserempet sedikit saja. Hanya saja lengan kiriku jadi terkilir karena posisi jatuhku yang kurang tepat.

 

“Terima kasih dokter.” Balasku seraya mengangguk kecil.

 

“Apa kau bisa pulang sendiri?” tanya dokter muda yang ramah itu.

 

“Kurasa lebih baik aku minta ayah untuk menjemputku.”

 

“Baiklah kalau begitu. Kau bisa menunggu ayahmu di sini. Aku pergi dulu ya. Ada pasien yang harus kutangani. Kalau kau membutuhkan sesuatu, panggil saja suster Lee di depan.” Katanya seraya beranjak meninggalkanku.

 

“Baik. Terima kasih dokter.”

 

Aku bergegas meraih ponselku. Aduh, baterainya hampir habis. Aku harus cepat menelepon ayah dan memintanya menjemputku. Semoga saja baterainya cukup. Tanpa pikir panjang menekan angka 2 dengan cukup lama dan tanpa melihat lagi aku bergegas menempelkannya ke telingaku.

 

Appa, aku baru saja mengalami kecelakaan.” Seruku cepat begitu ada teleponku diangkat—tidak menunggu ayah mengatakan sesuatu.

 

“Aku sekarang ada di rumah sakit dekat sekolahku. Karena itu…” aish, sial. Ternyata baterainya tidak cukup. Aku bangkit dan dengan sangat perlahan—jangan lupakan kakiku yang terkilir—berjalan keluar dari ruangan dokter Jang.

 

“Suster Lee, bisakah aku meminjam ponsel anda untuk menghubungi ayahku? Baterai ponselku habis ..”

 

 

****

 

 

Aku merebahkan diriku dengan nyaman di ranjangku. Aku benar-benar lelah hari ini. badanku rasanya luluh lantak, belum lagi rasa pusing ini. aku meraih charger ponselku dan mengisi baterainya, kemudian menyalakan ponselku. Tak lama berselang ponselku bergetar halus. Aku menatap layar ponselku. Nama Kim Sunggyu dengan jelas tertera di sana. Aku mengerutkan dahiku. Ada apa dia tiba-tiba meneleponku?

 

“Seunghee-ah, saat ini kau ada dimana? Aku sudah di rumah sakit sekarang..” dia langsung menyela cepat bahkan sebelum aku sempat mengucapkan apapun. suaranya terdengar sangat panik.

 

“Eh? Aku di rumah sekarang.” Kudengar dia menghembuskan napas—seolah ada beban berat yang tiba-tiba mengilang—begitu aku mengucapkan kata-kata itu.

 

“Baiklah. Aku ke sana sekarang.” Dan tanpa menunggu jawabanku dia segera menutup teleponnya. Hei, ada apa ini?

 

 

****

 

 

“Gyu oppa?” panggilku perlahan ketika aku memasuki ruang tamu. Dia duduk di sofa seraya menundukkan kepalanya. Namun begitu mendengarku memanggilku, dia langsung mendongak dan berdiri begitu melihatku.

 

“Seunghee-ah..” dia melangkah menghampiriku. Kemudian dia menangkup pipiku dengan kedua telapak tangannya yang besar. aku merasakan pipiku memanas—entah karena telapak tangannya yang hangat atau karena aku terlalu malu.

 

“Kau tidak apa-apa kan?” dia menatapku lekat. aku balas menatapnya, mencoba menerka apa yang dia pikirkan dari ekspresinya. Di sana tergambar rasa cemas, ketakutan dan juga..eeeeng rasa sayang? oh Tuhan, bahkan melihat raut wajahnya saja aku bisa tersipu begini..

 

“Iya, aku tidak apa-apa. Oppa tenang..” belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku dia merengkuhku—mendekapku erat dalam pelukannya. Aku terkesiap. Jantungku tiba-tiba berdetak begitu keras. Oke, memang selama ini terkadang aku ingin dia memelukku begini, tapi sekarang kenapa rasanya aneh? aku mengangkat kedua tanganku ragu, kemudian balas mendekapnya. Perlahan perasaan nyaman yang aneh menjalari seluruh tubuhku.

 

“Kau tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu. Kalau terjadi hal buruk padamu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri..” gumamnya pelan. tunggu, ada yang aneh di sini. Aku kan tidak memberitahukan dia tentang kecelakaan itu. darimana dia tahu?

 

“darimana oppa tahu kalau aku mengalami kecelakaan?” aku meregangkan pelukanku dan menatapnya heran.

 

“Kau salah sambung. Kau tiba-tiba meneleponku, tapi ketika aku mengangkatnya kau mengira aku ini ayahmu dan meminta beliau menjemputmu.” Ah, aku ingat sekarang. Speed dial itu. aku lupa kalau aku sudah mengganti speed dialku -_-

 

“Asal kau tahu, begitu aku menerima telepon darimu tanpa pikir panjang aku langsung ke rumah sakit dekat sekolahmu. Tapi sampai di sana ternyata kau malah sudah di rumah..”

 

“Eh? Jadi oppa tidak jadi ke kampus?” aku tidak memercayai ini. Sunggyu oppa kan sangat memprioritaskan kuliahnya. Apa benar dia rela membolos demi aku?

 

“Tentu saja. Menurutmu, kalau kau meneleponku dan mengatakan kau baru saja mengalami kecelakaan kemudian tiba-tiba ponselmu mati aku akan bisa mengikuti kuliah dengan tenang?” rutuknya kesal. Aku tertawa geli. Ya ampun, aku bisa membuat seorang Kim Sunggyu menggerutu.

 

“Tapi kenapa kau bisa salah sambung begitu?” tanyanya kemudian.

 

“Ah itu. karena terlalu kesal pada oppa, aku mengganti speed dial ponselku. Tadinya nomor oppa di nomor 1, appa di nomor 2, tapi karena kesal kemudian aku menukar speed dialnya. Waktu aku mau menelepon appa, aku lupa kalau aku sudah menggantinya. Jadi aku salah menghubungi oppa.” jawabku ringan. Tapi raut wajahnya berubah menjadi serius ketika mendengar ucapanku.

 

“Hei, Seunghee-ah, dengarkan aku.” Dia meraih tangan kananku dan menggenggamnya lembut. Aku bergidik, rasanya belum terbiasa dengan semua ini.

 

“Aku..minta maaf, benar benar minta maaf untuk semuanya. Aku tahu aku bukan kekasih yang baik untukmu. Semua hal yang kau katakan tadi benar. Maafkan aku ya, aku bahkan tidak sadar kalau aku terlalu tidak peduli padamu. Tapi sungguh, aku berani bersumpah, aku sama sekali tidak bermaksud membuatmu berpikir kalau aku tidak menganggapmu sebagai kekasihku. aku…”

 

“Sudahlah oppa. tidak apa. Aku seharusnya memahami kalau memang oppa begitu. Maafkan aku kalau aku selama ini memaksa oppa untuk memahamiku, sementara aku sendiri tidak berusaha memahami oppa.” aku tersenyum dengan senyum paling tulus yang bisa kubuat.

 

“Hanya saja ada satu hal yang benar-benar oppa ubah.” Lanjutku lagi. kali ini nadaku berubah—agak tajam.

 

“Apa itu?” dia mengangkat alisnya—heran.

 

“Jangan pernah menghilang. Aku tidak meminta oppa menghubungiku setiap waktu kok. Aku hanya minta dua atau tiga hari sekali  oppa menghubungiku. Itu sudah cukup.”

 

“Baiklah, Seungheeku sayaaang, aku berjanji tidak akan menghilang lagi.” dia menangkupkan telapak tangannya di depan dada dan mengatakannya seraya tersenyum menggodaku. Pipiku lagi-lagi memanas. Aduh, aku benar-benar belum terbiasa dengan semua ini.

 

“Tapi aku juga ingin kau berjanji jika terjadi apapun padamu, akulah orang kedua yang kau hubungi—setelah orang tuamu tentunya. Bagaimana?” dia menyodorkan jari kelingking ke arahku. aku tertawa dan menautkan jari kelingkingku.

 

“Aku janji.”

 

“Dan satu hal lagi.” aku mengangkat alisku—menantikan kata-katanya.

 

“Aku tidak ingin kau terlalu sering membicarakan tentang Lee Howon dan Nam Woohyun lagi. Juga tentang Myungsoo… Aku tahu kau berteman baik dengannya. Tapi..jangan biarkan dia sering merangkulmu atau menggandengmu. Aku tidak suka.” Dia menatap ke arah lain dan mengusap tengkuknya dengan kikuk. Sekilas aku menatap pipinya yang bersemu merah. Aku tersenyum geli melihatnya.

 

“Iyaaaa, aku tidak akan melakukannya lagi.”

 

“Kalau begitu banyak hal yang salah dengan Sunggyu hyung lalu kenapa kau masih bertahan hingga kini dengannya?” pertanyaan Myungsoo kembali terngiang di benakku.

 

“Kenapa ya? Yaa, dia sangat baik sih sebenarnya. Dia tidak pernah marah sama sekali padaku. padahal aku cukup sering kesal tanpa alasan padanya. Selain itu, dia mau melakukan apapun untukku—asal aku mengatakannya tentu saja. Kemudian kalau aku membutuhkannya, dia akan selalu ada untukku. Tentu saja aku harus mengatakan aku membutuhkannya. Dia kan tidak peka. Dan yang paling penting…..”

 

Oppa, aku menyayangimu..” aku melompat ke arahnya dan memeluknya erat.

 

“Aduh, aduh..” aku segera melepaskan pelukanku. Lengan kiriku terasa sakit karena aku terlalu bersemangat memeluk Sunggyu oppa tadi.

 

“Hei, kenapa? Apa yang sakit?” tanyanya cemas.

 

“Tidak apa oppa, lengan kiriku yang terkilir tadi terasa sakit.” gumamku seraya mengelus lengan kiriku.

 

“Makanya jangan terlalu bersemangat mau memelukku begitu.” Dia tertawa pelan—menggodaku. Aku mengerucutkan bibirku.

 

“Ya sudah kalau begitu kutarik saja kata-kataku yang tadi.” Gumamku kesal. Tawanya malah semakin keras.

 

“Gyu oppa…”

 

“Baik-baik, aku minta maaf. Aku akan berhenti tertawa.” Dia menghentikan tawanya. Aku hanya menggembungkan pipiku.

 

“Hei, jangan begitu, kau kelihatan jelek kalau sedang merajuk.”

 

“Biarkan saja. Aku tidak peduli.” Rutukku kesal.

 

“Ya sudah, padahal tadinya aku mau mengatakan kalau aku juga menyayangimu..” katanya santai. Aku sontak terkejut dan menatapnya. Dia..apa?

 

Dia tersenyum lembut padaku. Meraih kedua bahuku, mendekatkan wajahnya, dan mengecup dahiku lembut.

 

“Song Seunghee, aku menyayangimu….”

 

 

****

 

“Ah, satu lagi yang aku lupa. Pertanyaanmu tadi siang.. aku sangaaaaat merindukanmu..”

 

 

****

 

THE END

Posted in My Fanfiction | 3 Comments

hello hello ^^

udah lama banget nggak nyentuh blogku, ya makanya jadinya banyak sarang laba2nya trus nggak keurus, he em he em -__-

nah berhubung gatau dapet semangat darimana buat menghidupkan lagi blog ini *halah bahasaku*, aku mau aktif lagi di blog, ya mungkin cuma sekedar nyampah, atau nulis ff, wkwk

ya gatau deh, cuma mau kasih tau itu aja *kabuuur*

Posted in my life | Leave a comment

[FF/1S/S/PG-15] Even Only For Last Time

Title: Even Only For Last Time

Chapter: 1/1

Length:  2976 words

Genre: Romance, Angst

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Casts:

Lee Sora

Kim Jonghyun

Song Seunghyun

Song Seunghee

Lee Jinki

 


~Sora POV~

Bel pulang berbunyi nyaring. Seluruh siswa di kelas 2A segera menghambur ke luar kelas. Aku baru akan beranjak saat seorang siswi menghampiriku.

“Sora-ah, kau yakin tidak apa pulang sendiri?” kata siswi itu. Dia terlihat sangat mengkhawatirkanku.

“Gwenchana. Sudahlah, tenang saja.” Kataku tersenyum, mencoba meyakinkannya.

“Tapi aku bisa dibunuh Jinki oppa kalau terjadi sesuatu padamu.” Katanya sedikit gelisah.

“Seunghee-ah, aku tahu kau mengkhawatirkanku. Tapi percayalah padaku, aku tidak apa. Jinki oppa tidak akan tahu kalau aku tidak pulang bersamamu. Trust me, ok?”

“Aish, ini gara-gara Seunghyun. Kenapa sih mau beli sepatu saja harus bersamaku?” dia menggerutu pelan.

“Dia kan adikmu, wajar kan kalau dia minta kau temani. Sudahlah, jangan khawatirkan aku. tidak akan terjadi apapun denganku, I’m promise.”

“Seunghee-ah, ayo kita pergi.” Terdengar teriakan khas Seunghyun yang terdengar sedikit manja.

“Aish, kau ini cerewet sekali sih. Sebentar, kau keluarlah dari kelas. Nanti aku menyusul.” Kata Seunghee dengan kesal. Seunghyun yang mengerti benar kakak kembarnya ini sedang sedikit kesal dengan dirinya hanya bisa menggembungkan pipinya dan berjalan keluar kelas.

“Sora-ah, Seunghee sudah berjanji lebih dulu padaku.” Katanya setengah merajuk padaku saat melewati kami.

“Ne, aku tahu.” Aku tertawa mendengarnya merajuk seperti itu.

“Yah, sudahlah, keluar saja sana. Ambil motormu dulu, nanti aku tunggu di gerbang.” Seunghee semakin kesal pada Seunghyun. Seunghyun mendengus kesal dan keluar dari kelas.

“Dasar dia itu. Sudah sebesar itu masih saja manja padaku.” Gerutu Seunghee.

Aku tertawa mendengarnya. Seunghyun dan Seunghee, sahabatku, adalah saudara kembar yang hanya berjarak 3 menit. Seunghyun sangat manja pada Seunghee. Padahal jika tidak sedang bersama Seunghee, Seunghyun bersikap biasa-biasa saja. Mungkin karena selama ini mereka sangat dekat.

“Yah, dia kan adikmu, wajar saja masih manja padamu. Aku saja masih manja pada Jinki oppa.” Kataku sambil tertawa. Dan sekejap saja aku menyesal sudah menyebut nama oppaku di hadapan Seunghee. Wajahnya jadi pucat seketika.

“Kau benar-benar tidak apa pulang sendiri?” bisiknya lirih.

“Gwenchana. Aku bisa pulang naik bus.” Seunghee mengerang saat mendengar jawabanku.

“Aigoo, apalagi kalau kau naik bus sendiri. Bisa-bisa aku digantungnya kalau dia tahu.”

“Kau ini, memang Jinki oppa sekejam itu apa? Sudahlah tidak apa.” Kataku mencoba meyakinkannya.

“Dia bisa sekejam itu kalau menyangkut dirimu.”

Aku tertawa sekali lagi mendengarnya. Jinki oppa, kakakku satu-satunya. Kami hanya dua bersaudara. Mungkin itulah yang membuat kami berdua sangat dekat. Jinki oppa sangat baik. Dia sangat menyayangiku dan merasa bertanggung jawab menjaga dan melindungiku. Bahkan terkadang aku merasa Jinki oppa terlalu berlebihan menjagaku. Contohnya saja, Jinki oppa tidak pernah membiarkanku pulang sekolah naik bus sendiri. Dia selalu menjemputku setiap hari di tengah kesibukannya kuliah. Dan jika dia terpaksa tidak bisa menjemputku, dia memperbolehkanku pulang sendiri asal ditemani Seunghee, sahabatku. Hanya Seunghee yang dia percaya. Jika tidak bersama Seunghee, dia akan menyuruhku menunggunya sampai dia bisa menjemputku. Terlalu berlebihan menurutku, tapi aku tidak pernah protes. Aku tahu dia melakukannya karena terlalu sayang padaku.

“Yah, jangan tertawa. Aku benar-benar takut.” Seunghee terdengar semakin kesal. Aku tahu dia sangat takut kalau Jinki oppa marah padanya, karena dia menyukai Jinki oppa sejak dulu.

“Tenanglah, dia tidak akan pernah tahu. Sudah sana, Seunghyun pasti sudah menunggumu.”

“Jinja?” dia masih saja ragu.

“Kalau kau masih ragu, aku akan minta diantar pulang Jonghyun.” Kataku mencoba membuat dia tertawa. Dan benar saja, terdengar dia tertawa berderai-derai.

“Yah, mana mungkin kau berani. Mengajak bicara saja tidak berani.”

Aku hanya nyengir mendengarnya. Kim Jonghyun, anak laki-laki yang kusuka. Dia teman sekelas kami. Orangnya sangat pendiam dan tidak punya banyak teman. Hanya Seunghyun lah sahabatnya satu-satunya. Bahkan Seunghee yang sudah mengenalnya sejak SMP tidak dekat dengannya. Itulah yang membuatku tidak berani mendekatinya, meski hanya sekedar menyapanya.

“Ya sudah, aku pergi dulu ya. Jalga.” Suara Seunghee terdengar jauh lebih santai sekarang. Aku melambaikan tanganku padanya.

**************

Aku mengerjapkan mataku. Tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Yang kuingat tadi hanya aku akan pulang ke rumah, tapi kenapa aku bisa duduk di tepi jalan begini? Aku bangun dan tiba-tiba pandanganku tertuju pada toko buku di seberang jalan. Ah ya, aku kan tadi akan ke toko buku itu. Dengan segera aku menyeberang dan menuju toko buku itu. Di seberang jalan, aku melihat Jonghyun berdiri dengan wajah pucat, pandangannya terpaku ke seberang jalan yang kulalui tadi. Aku hanya memandangnya heran. Sepertinya Jonghyun menyadari aku sedang memandanginya, dia mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku segera menundukkan kepalaku, mencoba menyembunyikan wajahku yang sepertinya mulai memerah.

“Sora-ssi.” Tiba-tiba terdengar suara Jonghyun. Aku mengangkat wajahku. Dia sudah berdiri di depanku. Matanya tampak terbelalak dan wajahnya semakin pucat. Aku semakin heran melihatnya. Dia terlihat sangat aneh.

“Jonghyun-ssi.” Hanya kata-kata itu yang terpikir dalam benakku. Wajahnya berangsur-angsur berubah normal. Namun anehnya wajahnya malah menunjukkan kesedihan sekarang.

“Sora-ssi, mau kemana?” tanyanya kemudian.

“Aku mau ke toko buku dulu sebelum pulang.” Ekspresi Jonghyun berubah menjadi terkejut sekarang. Dia menatapku semakin lekat. Aku menundukkan wajahku, malu melihatnya menatapku seperti itu.

“Pulang…ke mana?” tanyanya setengah berbisik.

“Eh? Pulang ke rumah, tentu saja.” Kataku heran sambil menatap wajahnya. Jonghyun memalingkan wajahnya dan menghembuskan napas panjang. Aku semakin heran melihatnya.

“Mau pergi bersamaku?” tanyanya tiba-tiba. aku sangat terkejut mendengarnya. Ini benar-benar di luar dugaan.

“Eh? Ke mana?”

“Sudahlah, ikut saja. Mau tidak?” tanyanya lagi.

“Ne.”

“Tunggu sebentar di sini. Aku akan mengambil motorku.” Katanya sambil beranjak pergi. Aku tidak tahu harus berkata apa. Bahkan hal-hal seperti ini tidak pernah kubayangkan dalam bayangan terindahku tentang Jonghyun.

**************

“Jonghyun-ssi…pantainya indah sekali!!!!!!” teriakku riang sambil berlari menuju ke laut. Jonghyun mengajakku ke sebuah pantai yang sepi. Sepertinya pantai ini bukan tempat wisata. Terlalu sepi di sini.

“Aku tahu kau pasti senang.” Kata Jonghyun sambil tersenyum lembut dan berdiri di sampingku. Aku memandang laut yang membentang luas di hadapanku. Sangat indah dan tenang.

“Kau sering ke sini?”

“Ne. Setiap kali aku butuh ketenangan, aku selalu kemari.”

“Apa kau mau mengajakku lagi kalau kau mau kemari?” tanyaku sambil menoleh ke arahnya. Sesaat wajah tampannya terlihat kebingungan.

“Apa kau mau pergi denganku lagi?”

“Mau. Aku pasti mau.” Aku mengangguk kuat-kuat, takut dia mengira aku hanya bermain-main. Jonghyun tertawa melihatku. Belum pernah aku mendengarnya tertawa.

“Yah, baru kali ini aku melihatmu tertawa.”

“Jinja? Sepertinya aku lumayan sering tertawa.” Katanya, kemudian tertawa lagi.

“Aniyo. Kau tidak pernah tertawa. Kau selalu serius setiap harinya.” Kataku sambil tertawa. Dia tertawa semakin lepas. Ah, wajahnya sungguh sangat tampan saat sedang tertawa begitu.

“Jadi, kau mau mengajakku kan?”

“Tergantung….”

“Tergantung apa?” potongku tidak sabar.

“Kita lihat seberapa cepat larimu. Kalau kau cukup cepat untuk menghindari tangkapanku, aku akan mengajakmu lagi. Ottoke?”

“Yah, kau curang. Mana mungkin aku berlari lebih cepat darimu.” Kataku sambil menggembungkan pipiku. Aku tahu, Jonghyun sangat cepat dalam berlari. Beberapa kali aku melihatnya berlari sangat cepat saat pelajaran olahraga.

“Ya, atau tidak sama sekali.” Katanya sambil tersenyum.

“Baiklah. Tangkap aku kalau bisa.” Aku menyerah. Akhirnya aku berlari. Jonghyun mengejarku di belakangnya. Aku tertawa saat kurasakan kakiku berlari sangat cepat, seakan-akan tidak menginjak tanah. Aneh sekali, biasanya tidak pernah aku berlari secepat ini. Mungkin karena aku terlalu senang bisa bermain bersama Jonghyun. Senang sekali rasanya. Aku menengok ke arah belakang dan betapa terkejutnya aku saat melihat Jonghyun terduduk. Sepertinya dia jatuh. Aku segera berlari ke arah Jonghyun.

“Jonghyun-ssi. Gwenchanayo?” kataku setengah berteriak. Namun Jonghyun hanya diam. Aku semakin mempercepat lariku. Tapi saat jarak kami berdua semakin dekat, tiba-tiba Jonghyun berlari ke arahku.

“Sora-ssi, aku akan menangkapmu.” Teriaknya sambil tertawa. Aku kaget mendengarnya, dan dengan refleks yang luar biasa,-entah darimana aku mendapatkannya- aku berbalik dan lari menjauhi Jonghyun.

“Yah, kau curang.” Teriakku. Jonghyun hanya tertawa mendengarnya. Aku jadi ikut tertawa. Cukup lama kami berlari. Namun anehnya aku tidak merasa lelah sedikitpun.

“Baiklah, aku menyerah. Aku janji akan mengajakmu lagi lain kali.” Teriaknya. Aku berhenti dan menatapnya yang sudah berbaring di atas pasir pantai yang putih.

“Jinja? Nanti kau bohong.”

“Ani. Aku janji.” Katanya terengah-engah. Aku tertawa dan berjalan menghampirinya. Kemudian aku duduk di sebelahnya, menatap matahari yang tengah terbenam. Jonghyun bangkit dari posisi berbaringnya,ikut duduk di sebelahku.

Kami terdiam cukup lama, menikmati keindahan di depan kami. Langit senja begitu indah. Warna merah membentuk lembayung senja, menaungi matahari berbentuk setengah bola yang perlahan tenggelam ke dalam laut, seolah ada pusaran air maha kuat yang mampu menariknya ke dalam sana.

“Yeppeo…” tiba-tiba terdengar suara Jonghyun memecah keheningan di antara kami. Aku sangat terkejut mendengarnya. Wajahku terasa sangat panas. Aku menoleh ke arah Jonghyun dan melihatnya yang tengah menatapku lekat. Aku balas menatapnya. Wajah tampannya yang disinari matahari senja tampak semakin tampan.

“Sora-ssi, kau cantik sekali..” terdengar lagi suaranya. Aku yakin sekarang pasti wajahku sudah merah padam menahan malu. Aku memalingkan wajahku dan membenamkannya di antara kedua lututku. Aku terlalu malu untuk menatap wajahnya. Bagaimana ya reaksi Seunghee saat mendengar ceritaku? Apa ya yang akan dikatakan Jinki oppa kalau tahu?

Jinki oppa. Sesaat aku terkejut. Dia pasti sudah mencariku. Dia pasti sangat khawatir aku belum pulang sampai sesore ini. Pasti dia akan menelepon Seunghee dan dia pasti tahu aku tidak pulang bersama Seunghee hari ini. Aku segera berdiri dan menatap Jonghyun yang memandangku heran.

“Sora-ssi, waeyo?” tanyanya heran.

“Jonghyun-ssi,aku…aku..aku mau pulang.” Meski aku ingin lebih lama di sini, bersama Jonghyun. Sesaat aku memandang ekspresi Jonghyun yang berubah. Matanya kini memancarkan kesedihan yang tak kumengerti.

“Anu..bukannya aku tidak suka pergi bersamamu. Tapi oppaku pasti sudah bingung mencariku.” Kataku pelan.

“Dan, kalau kau belum mau pulang, aku tidak apa. Aku akan pulang sendiri.” Lanjutku buru-buru.

“Andwae. Andwae.” Kata Jonghyun setengah berteriak. Aku sampai kaget melihat tanggapannya yang terlalu berlebihan.

“Anu..aku yang sudah mengajakmu pulang. Sudah seharusnya aku yang mengantarmu pulang.” Katanya pelan.

“Kkaja, kita pulang.” Dia berjalan menuju motornya, sedang aku mengikutinya dari belakang.

****************

Perjalanan pulang terasa begitu lama. Kami berdua banyak terdiam. Sesekali aku menunjukkan jalan menuju rumahku pada Jonghyun. Entah hanya aku yang merasa, tapi sepertinya Jonghyun sengaja melambatkan laju motornya. Sebenarnya aku enggan pulang. Aku enggan melepas semua kebersamaan kami. Tapi aku tahu aku harus pulang. Appa dan Eomma pasti sudah pulang. Mereka pasti sudah khawatir sekarang.

Akhirnya kami sampai juga di depan rumahku. Tapi ada yang aneh. Rumahku tampak begitu ramai. Banyak sekali orang yang ada di sana, dan semuanya memakai baju hitam. Suasananya seperti ada yang meninggal. Aku terkesiap. Siapa yang meninggal? Tanpa pikir panjang segera aku berlari menuju rumah.

Betapa terkejutnya aku saat mendapati di ruang tamu tampak sebuah peti mati yang ditutupi kain putih. Dan di atas peti itu…ada foto… aku mengerjapkan mataku tak percaya. Tidak..ini…tidak..mungkin… Aku melihat fotoku di atas peti mati itu. Tubuhku seakan membeku. Aku menatap kaku ke arah sekitar ruangan.

Terlihat Appaku yang sedang memeluk Eomma erat. Sedangkan Eomma menangis tersedu-sedu dalam pelukan Appa. Di sebelahnya tampak Jinki oppa menatap kaku ke arah perti mati. Air mata meluncur pelan di pipinya, tanpa dia tutupi. Hatiku seakan tertancap sembilu. Tubuhku lemas seketika. Aku jatuh terduduk dan tanpa sengaja aku memandang Seunghyun dan Seunghee di sisi lain ruangan ini. Seunghee menangis terisak-isak, dalam pelukan Seunghyun.

“Ini semua gara-gara aku.. coba aku bersikeras pulang bersamanya.” Kata Seunghee di sela-sela isakannya.

“Ani, Seunghee-ah… Ani… ini semua salahku. Seharusnya aku tidak menghalangimu yang akan pulang bersamanya.” Suara Seunghyun terdengar parau, dan dia ikut menangis bersama Seunghyun.

Tiba-tiba kepalaku berdenging. Aku pusing luar biasa. Aku memegang kepalaku erat. Bagaimana mungkin mereka semua mengira aku meninggal? Bukankah aku ada di sini, di antara mereka? Lalu bukannya aku melewatkan sesorean ini bersama Jonghyun? Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Missing link yang menghilang dari otakku saat aku terbangun di tepi jalan tadi.

~Flashback~

“Mungkin aku lebih baik ke toko buku dulu saja.” Pikirku saat melihat toko buku di seberang jalan. Tanpa pikir panjang aku langsung menyeberang, menuju toko buku itu. Tapi tiba-tiba terdengar bunyi klakson nyaring yang memekakkan telinga. Aku menengok ke arah sumber bunyi itu. Kulihat sebuah sedan hitam yang meluncur cepat ke arahku. Pengemudinya berteriak menyuruhku minggir. Sepertinya rem mobil itu blong. Aku hanya bisa memandang kaku ke arah mobil itu. Aku ingin berlari menghindar, tapi aku tak kuasa menggerakkan tubuhku sedikitpun.

BRAKKKKK!!!!

Aku mendengar suara seorang wanita yang menjerit, sepertinya itu suaraku, dan kemudian gelap yang kurasakan.

~End of Flashback~

Kemudian aku teringat saat Jonghyun memandang kaku ke arah seberang jalan yang sempat kulalui, pasti dia tengah memandang tempat dimana aku tertabrak, lalu perilaku Jonghyun yang aneh saat kami bertemu di depan toko buku, dan lariku yang sangat cepat.

Jadi itu semua benar. Itu benar. Aku sudah meninggal. Aku bukanlah manusia. Aku hanyalah roh tanpa tubuh. Aku menjerit kuat.

“TIDAAAAAAKKKKKKKKKK!!!!!!!!!”

Kemudian aku berlari keluar. Jonghyun yang menunggu di dekat motornya terperangah melihatku yang berlari. Aku tidak memperdulikannya. Aku hanya ingin berlari, dan menenangkan diriku.

“Sora-ssi!!!!” teriaknya. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin berlari, dan terus berlari. Entah ke mana..

*******************

Aku memandang bintang yang terlihat begitu indah di langit. Sesaat kugoyangkan ayunan tempatku duduk. Tiba-tiba kurasa ada orang yang duduk di ayunan sebelahku. Aku menoleh, dan kulihat Jonghyun duduk, tanpa memandangku. Aku memalingkan wajahku. Sesaat kami terdiam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing.

“Kau sudah tahu dari awal kalau aku…” kugantungkan kalimatku, rasanya aku tidak kuasa menyebut satu kata itu.

“Ne.”

“Kenapa kau tidak memberitahukannya langsung padaku?”

“Apa aku tega mengatakan kalau kau sudah….” dia pun tidak kuasa melanjutkan kata-katanya.

“Lalu kenapa kau bisa melihatku? Tadi banyak sekali orang di rumahku, tapi tidak ada seorangpun yang bisa melihatku.”

“Itu sudah jadi kemampuanku sejak kecil. Aku bisa melihat roh, arwah, dan sejenisnya. Itu jugalah yang membuat aku menarik diriku dari pergaulan. Aku takut banyak yang akan menganggapku aneh kalau mengetahui kemampuanku. Karenanya sebisa mungkin aku menutup diri dari teman-teman.”

“Apa Seunghyun tahu?”

“Ne. Bahkan awal dari persahabatan kami karena aku menolongnya dari arwah anak perempuan yang tergila-gila padanya. Lucu sekali, anak perempuan itu, meski sudah jadi arwah penasaran masih saja terus mengikuti Seunghyun. Yang membuatku heran, Seunghyun tidak kaget ataupun takut setelah mengatahui kemampuanku. Sejak itulah kami bersahabat.”

“Arwah anak perempuan itu…dia sebenarnya apa?”

“Kasihan sekali dia. Dia tidak tenang meninggalkan dunia ini, sehingga arwahnya gentayangan tidak menentu.”

“Apa aku juga seperti dia?” aku menoleh memandang Jonghyun. Jonghyun masih saja tidak memandangku. Pandangannya lurus ke depan.

“Ani. Kau berbeda. Biasanya arwah yang seperti itu rohnya tidak utuh. Tapi kau begitu utuh, tidak kurang suatu apapun. Saat di pantai, aku melihatmu untuk memastikan apa ada sesuatu yang tidak utuh dari dirimu. Tapi tidak ada yang kurang padamu. Rohmu sempurna, seperti manusia yang hidup. Hanya saja tanpa tubuh. Dan kau..masih saja secantik biasanya.” Aku melihat semburat merah di wajah tampannya. Aku memalingkan wajahku yang terasa panas. Apa wajahku juga bisa memerah ya?

“Lalu kenapa aku bisa berjalan-jalan begini? Kenapa aku tidak pergi ke alam lain?” tanyaku perlahan.

“Entahlah. Aku juga tidak tahu. Jarang aku menemukan roh yang begitu utuh sepertimu di sekitarku. Biasanya roh yang utuh akan langsung pergi ke alam lain. Tapi aku bersyukur Tuhan tidak langsung memanggilmu.”

“Waeyo?” aku benar-benar heran dengannya. Aku menoleh dan menatapnya yang tengah memandangku lekat.

“Karena aku bisa bicara denganmu, aku bisa pergi denganmu, dan aku bisa mengungkapkan apa yang kupikirkan tentangmu selama ini. Selama ini aku menyukaimu. Aku sangat menyukaimu. Aku suka sekali melihatmu yang begitu ceria, aku suka semua tentangmu. Dan yang paling kusuka adalah senyummu. Aku sangat suka melihatmu tersenyum. Belum pernah aku merasakan yang seperti ini. Aku sangat menyukaimu. Tapi aku tidak berani mendekatimu, meski hanya selangkah. Karena aku tahu aku ini memiliki kemampuan aneh. Dan jika aku dekat denganmu, cepat atau lambat kau akan mengetahuinya. Aku tidak ingin kau menjauh karena ketakutan dan menganggapku aneh. Aku rela setiap orang mencemoohku karena kemampuan anehku ini, tapi aku tidak ingin kau memandangku begitu. Karena aku mencintaimu. Sora-ssi, Saranghaeyo.” Jonghyun tersenyum lembut sambil memandangku.

“Jonghyun-ssi, aku pun merasakan hal yang sama. Sudah sejak lama aku juga menyukaimu. Tapi kau begitu tertutup, kau seolah membentengi dirimu dari orang lain. Itu yang membuatku ragu. Jonghyun-ssi, Nado Saranghae”

“Gomawo, Sora-ssi. Terima kasih karena kau telah memberikan satu hari terindah dalam hidupku. Terima kasih, kau telah membuatku bersyukur memiliki kemampuan aneh ini untuk pertama kalinya.”

“Ani. Harusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih karena kau telah membuatku mengenal perasaan indah ini, dan merasakan ada orang lain yang mencintaiku. Terima kasih untuk satu hari yang indah ini, meski untuk terakhir kalinya dan tak kan pernah terulang.”

Aku merasakan ada cahaya dari langit yang berpendar menyinariku. Aku tahu inilah saatku. Aku harus sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah memberikan satu hari yang indah bersama Jonghyun. Aku berdiri dan bersiap pergi.

“Jonghyun-ssi, aku pergi dulu. Sekali lagi terima kasih. Saranghae.” Kataku dengan suara yang bergetar.

“Nado saranghae.” Katanya sambil tersenyum, meski air mata meluncur deras di pipinya. Ah, jika saja aku masih hidup, pasti aku akan menangis sama sepertinya.

~End of  Sora POV~

~Jonghyun POV~

Aku bergetar memandang tubuh Sora yang perlahan-lahan menghilang. Air mata meluncur deras di pipiku. Saat Sora benar-benar menghilang, langit seketika berubah mendung, cahaya bintang seakan lenyap ditelan awan tebal, benar-benar gelap dan suram. Segelap hatiku yang merasa kehilangan bintang.

Dialah bintang bagiku. Sejak pertama menatapnya, aku sudah jatuh hati padanya. Dia seolah menerangi mendung di hatiku. Tiap malam, saat aku merasa kesepian, mengingat senyumnya membuatku merasa tak sendiri lagi. Semua ucapannya, semua tingkah lakunya, dan semua yang kulihat tentang dirinya terekam dengan baik dalam otakku, dan selalu muncul di saat aku merasa sedih dan menyesali kemampuan anehku ini. Selalu berhasil membuatku tersenyum. Aku hapal caranya tersenyum. Aku hapal gelak tawanya. Tawanya selalu mengobarkan api semangat dalam diriku, bagai udara yang mengisi paru-paruku.

Tapi kini dia pergi, meninggalkan lubang penyesalan yang begitu dalam di hatiku, membuatku terbenam ke dalamnya bersama dengan segenap cintaku padanya.

Angin malam mulai berhembus kencang. Kudekap dadaku erat, seolah angin ini membuat lubang itu semakin dalam. Dan kini hanya perih yang kurasa di dasar lubang itu. Air mataku tak terbendung lagi. Aku mencintainya. Aku sangat mencintainya. Kata-kata ini terus terngiang di telingaku. Membuat kepalaku seolah akan meledak akan penyesalanku. Andai sejak dulu… andai aku diberi kesempatan kedua.

Tapi aku tahu aku seharusnya merasa bersyukur. Aku diberikan kesempatan untuk berbicara dengannya, memandang lekat dirinya, dan tertawa bersamanya oleh Tuhan. Meski hanya untuk terakhir kali… Meski tak akan terulang lagi.

Lee Sora, Jeongmal Saranghaeyo…. I will always love you.. Semoga kau tenang di alam sana. Tunggulah aku… Aku akan menyusulmu ke surga….

Tunggu aku…

THE END

Title: Even Only For Last Time

Chapter: 1/1

Length: 2976 words

Genre: Romance, Angst

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Casts:

Lee Sora

Kim Jonghyun

❤ Song Seunghyun

❤ Song Seunghee

❤ Lee Jinki

~Sora POV~

Bel pulang berbunyi nyaring. Seluruh siswa di kelas 2A segera menghambur ke luar kelas. Aku baru akan beranjak saat seorang siswi menghampiriku.

“Sora-ah, kau yakin tidak apa pulang sendiri?” kata siswi itu. Dia terlihat sangat mengkhawatirkanku.

“Gwenchana. Sudahlah, tenang saja.” Kataku tersenyum, mencoba meyakinkannya.

“Tapi aku bisa dibunuh Jinki oppa kalau terjadi sesuatu padamu.” Katanya sedikit gelisah.

“Seunghee-ah, aku tahu kau mengkhawatirkanku. Tapi percayalah padaku, aku tidak apa. Jinki oppa tidak akan tahu kalau aku tidak pulang bersamamu. Trust me, ok?”

“Aish, ini gara-gara Seunghyun. Kenapa sih mau beli sepatu saja harus bersamaku?” dia menggerutu pelan.

“Dia kan adikmu, wajar kan kalau dia minta kau temani. Sudahlah, jangan khawatirkan aku. tidak akan terjadi apapun denganku, I’m promise.”

“Seunghee-ah, ayo kita pergi.” Terdengar teriakan khas Seunghyun yang terdengar sedikit manja.

“Aish, kau ini cerewet sekali sih. Sebentar, kau keluarlah dari kelas. Nanti aku menyusul.” Kata Seunghee dengan kesal. Seunghyun yang mengerti benar kakak kembarnya ini sedang sedikit kesal dengan dirinya hanya bisa menggembungkan pipinya dan berjalan keluar kelas.

“Sora-ah, Seunghee sudah berjanji lebih dulu padaku.” Katanya setengah merajuk padaku saat melewati kami.

“Ne, aku tahu.” Aku tertawa mendengarnya merajuk seperti itu.

“Yah, sudahlah, keluar saja sana. Ambil motormu dulu, nanti aku tunggu di gerbang.” Seunghee semakin kesal pada Seunghyun. Seunghyun mendengus kesal dan keluar dari kelas.

“Dasar dia itu. Sudah sebesar itu masih saja manja padaku.” Gerutu Seunghee.

Aku tertawa mendengarnya. Seunghyun dan Seunghee, sahabatku, adalah saudara kembar yang hanya berjarak 3 menit. Seunghyun sangat manja pada Seunghee. Padahal jika tidak sedang bersama Seunghee, Seunghyun bersikap biasa-biasa saja. Mungkin karena selama ini mereka sangat dekat.

“Yah, dia kan adikmu, wajar saja masih manja padamu. Aku saja masih manja pada Jinki oppa.” Kataku sambil tertawa. Dan sekejap saja aku menyesal sudah menyebut nama oppaku di hadapan Seunghee. Wajahnya jadi pucat seketika.

“Kau benar-benar tidak apa pulang sendiri?” bisiknya lirih.

“Gwenchana. Aku bisa pulang naik bus.” Seunghee mengerang saat mendengar jawabanku.

“Aigoo, apalagi kalau kau naik bus sendiri. Bisa-bisa aku digantungnya kalau dia tahu.”

“Kau ini, memang Jinki oppa sekejam itu apa? Sudahlah tidak apa.” Kataku mencoba meyakinkannya.

“Dia bisa sekejam itu kalau menyangkut dirimu.”

Aku tertawa sekali lagi mendengarnya. Jinki oppa, kakakku satu-satunya. Kami hanya dua bersaudara. Mungkin itulah yang membuat kami berdua sangat dekat. Jinki oppa sangat baik. Dia sangat menyayangiku dan merasa bertanggung jawab menjaga dan melindungiku. Bahkan terkadang aku merasa Jinki oppa terlalu berlebihan menjagaku. Contohnya saja, Jinki oppa tidak pernah membiarkanku pulang sekolah naik bus sendiri. Dia selalu menjemputku setiap hari di tengah kesibukannya kuliah. Dan jika dia terpaksa tidak bisa menjemputku, dia memperbolehkanku pulang sendiri asal ditemani Seunghee, sahabatku. Hanya Seunghee yang dia percaya. Jika tidak bersama Seunghee, dia akan menyuruhku menunggunya sampai dia bisa menjemputku. Terlalu berlebihan menurutku, tapi aku tidak pernah protes. Aku tahu dia melakukannya karena terlalu sayang padaku.

“Yah, jangan tertawa. Aku benar-benar takut.” Seunghee terdengar semakin kesal. Aku tahu dia sangat takut kalau Jinki oppa marah padanya, karena dia menyukai Jinki oppa sejak dulu.

“Tenanglah, dia tidak akan pernah tahu. Sudah sana, Seunghyun pasti sudah menunggumu.”

“Jinja?” dia masih saja ragu.

“Kalau kau masih ragu, aku akan minta diantar pulang Jonghyun.” Kataku mencoba membuat dia tertawa. Dan benar saja, terdengar dia tertawa berderai-derai.

“Yah, mana mungkin kau berani. Mengajak bicara saja tidak berani.”

Aku hanya nyengir mendengarnya. Kim Jonghyun, anak laki-laki yang kusuka. Dia teman sekelas kami. Orangnya sangat pendiam dan tidak punya banyak teman. Hanya Seunghyun lah sahabatnya satu-satunya. Bahkan Seunghee yang sudah mengenalnya sejak SMP tidak dekat dengannya. Itulah yang membuatku tidak berani mendekatinya, meski hanya sekedar menyapanya.

“Ya sudah, aku pergi dulu ya. Jalga.” Suara Seunghee terdengar jauh lebih santai sekarang. Aku melambaikan tanganku padanya.

**************

Aku mengerjapkan mataku. Tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Yang kuingat tadi hanya aku akan pulang ke rumah, tapi kenapa aku bisa duduk di tepi jalan begini? Aku bangun dan tiba-tiba pandanganku tertuju pada toko buku di seberang jalan. Ah ya, aku kan tadi akan ke toko buku itu. Dengan segera aku menyeberang dan menuju toko buku itu. Di seberang jalan, aku melihat Jonghyun berdiri dengan wajah pucat, pandangannya terpaku ke seberang jalan yang kulalui tadi. Aku hanya memandangnya heran. Sepertinya Jonghyun menyadari aku sedang memandanginya, dia mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku segera menundukkan kepalaku, mencoba menyembunyikan wajahku yang sepertinya mulai memerah.

“Sora-ssi.” Tiba-tiba terdengar suara Jonghyun. Aku mengangkat wajahku. Dia sudah berdiri di depanku. Matanya tampak terbelalak dan wajahnya semakin pucat. Aku semakin heran melihatnya. Dia terlihat sangat aneh.

“Jonghyun-ssi.” Hanya kata-kata itu yang terpikir dalam benakku. Wajahnya berangsur-angsur berubah normal. Namun anehnya wajahnya malah menunjukkan kesedihan sekarang.

“Sora-ssi, mau kemana?” tanyanya kemudian.

“Aku mau ke toko buku dulu sebelum pulang.” Ekspresi Jonghyun berubah menjadi terkejut sekarang. Dia menatapku semakin lekat. Aku menundukkan wajahku, malu melihatnya menatapku seperti itu.

“Pulang…ke mana?” tanyanya setengah berbisik.

“Eh? Pulang ke rumah, tentu saja.” Kataku heran sambil menatap wajahnya. Jonghyun memalingkan wajahnya dan menghembuskan napas panjang. Aku semakin heran melihatnya.

“Mau pergi bersamaku?” tanyanya tiba-tiba. aku sangat terkejut mendengarnya. Ini benar-benar di luar dugaan.

“Eh? Ke mana?”

“Sudahlah, ikut saja. Mau tidak?” tanyanya lagi.

“Ne.”

“Tunggu sebentar di sini. Aku akan mengambil motorku.” Katanya sambil beranjak pergi. Aku tidak tahu harus berkata apa. Bahkan hal-hal seperti ini tidak pernah kubayangkan dalam bayangan terindahku tentang Jonghyun.

**************

“Jonghyun-ssi…pantainya indah sekali!!!!!!” teriakku riang sambil berlari menuju ke laut. Jonghyun mengajakku ke sebuah pantai yang sepi. Sepertinya pantai ini bukan tempat wisata. Terlalu sepi di sini.

“Aku tahu kau pasti senang.” Kata Jonghyun sambil tersenyum lembut dan berdiri di sampingku. Aku memandang laut yang membentang luas di hadapanku. Sangat indah dan tenang.

“Kau sering ke sini?”

“Ne. Setiap kali aku butuh ketenangan, aku selalu kemari.”

“Apa kau mau mengajakku lagi kalau kau mau kemari?” tanyaku sambil menoleh ke arahnya. Sesaat wajah tampannya terlihat kebingungan.

“Apa kau mau pergi denganku lagi?”

“Mau. Aku pasti mau.” Aku mengangguk kuat-kuat, takut dia mengira aku hanya bermain-main. Jonghyun tertawa melihatku. Belum pernah aku mendengarnya tertawa.

“Yah, baru kali ini aku melihatmu tertawa.”

“Jinja? Sepertinya aku lumayan sering tertawa.” Katanya, kemudian tertawa lagi.

“Aniyo. Kau tidak pernah tertawa. Kau selalu serius setiap harinya.” Kataku sambil tertawa. Dia tertawa semakin lepas. Ah, wajahnya sungguh sangat tampan saat sedang tertawa begitu.

“Jadi, kau mau mengajakku kan?”

“Tergantung….”

“Tergantung apa?” potongku tidak sabar.

“Kita lihat seberapa cepat larimu. Kalau kau cukup cepat untuk menghindari tangkapanku, aku akan mengajakmu lagi. Ottoke?”

“Yah, kau curang. Mana mungkin aku berlari lebih cepat darimu.” Kataku sambil menggembungkan pipiku. Aku tahu, Jonghyun sangat cepat dalam berlari. Beberapa kali aku melihatnya berlari sangat cepat saat pelajaran olahraga.

“Ya, atau tidak sama sekali.” Katanya sambil tersenyum.

“Baiklah. Tangkap aku kalau bisa.” Aku menyerah. Akhirnya aku berlari. Jonghyun mengejarku di belakangnya. Aku tertawa saat kurasakan kakiku berlari sangat cepat, seakan-akan tidak menginjak tanah. Aneh sekali, biasanya tidak pernah aku berlari secepat ini. Mungkin karena aku terlalu senang bisa bermain bersama Jonghyun. Senang sekali rasanya. Aku menengok ke arah belakang dan betapa terkejutnya aku saat melihat Jonghyun terduduk. Sepertinya dia jatuh. Aku segera berlari ke arah Jonghyun.

“Jonghyun-ssi. Gwenchanayo?” kataku setengah berteriak. Namun Jonghyun hanya diam. Aku semakin mempercepat lariku. Tapi saat jarak kami berdua semakin dekat, tiba-tiba Jonghyun berlari ke arahku.

“Sora-ssi, aku akan menangkapmu.” Teriaknya sambil tertawa. Aku kaget mendengarnya, dan dengan refleks yang luar biasa,-entah darimana aku mendapatkannya- aku berbalik dan lari menjauhi Jonghyun.

“Yah, kau curang.” Teriakku. Jonghyun hanya tertawa mendengarnya. Aku jadi ikut tertawa. Cukup lama kami berlari. Namun anehnya aku tidak merasa lelah sedikitpun.

“Baiklah, aku menyerah. Aku janji akan mengajakmu lagi lain kali.” Teriaknya. Aku berhenti dan menatapnya yang sudah berbaring di atas pasir pantai yang putih.

“Jinja? Nanti kau bohong.”

“Ani. Aku janji.” Katanya terengah-engah. Aku tertawa dan berjalan menghampirinya. Kemudian aku duduk di sebelahnya, menatap matahari yang tengah terbenam. Jonghyun bangkit dari posisi berbaringnya,ikut duduk di sebelahku.

Kami terdiam cukup lama, menikmati keindahan di depan kami. Langit senja begitu indah. Warna merah membentuk lembayung senja, menaungi matahari berbentuk setengah bola yang perlahan tenggelam ke dalam laut, seolah ada pusaran air maha kuat yang mampu menariknya ke dalam sana.

“Yeppeo…” tiba-tiba terdengar suara Jonghyun memecah keheningan di antara kami. Aku sangat terkejut mendengarnya. Wajahku terasa sangat panas. Aku menoleh ke arah Jonghyun dan melihatnya yang tengah menatapku lekat. Aku balas menatapnya. Wajah tampannya yang disinari matahari senja tampak semakin tampan.

“Sora-ssi, kau cantik sekali..” terdengar lagi suaranya. Aku yakin sekarang pasti wajahku sudah merah padam menahan malu. Aku memalingkan wajahku dan membenamkannya di antara kedua lututku. Aku terlalu malu untuk menatap wajahnya. Bagaimana ya reaksi Seunghee saat mendengar ceritaku? Apa ya yang akan dikatakan Jinki oppa kalau tahu?

Jinki oppa. Sesaat aku terkejut. Dia pasti sudah mencariku. Dia pasti sangat khawatir aku belum pulang sampai sesore ini. Pasti dia akan menelepon Seunghee dan dia pasti tahu aku tidak pulang bersama Seunghee hari ini. Aku segera berdiri dan menatap Jonghyun yang memandangku heran.

“Sora-ssi, waeyo?” tanyanya heran.

“Jonghyun-ssi,aku…aku..aku mau pulang.” Meski aku ingin lebih lama di sini, bersama Jonghyun. Sesaat aku memandang ekspresi Jonghyun yang berubah. Matanya kini memancarkan kesedihan yang tak kumengerti.

“Anu..bukannya aku tidak suka pergi bersamamu. Tapi oppaku pasti sudah bingung mencariku.” Kataku pelan.

“Dan, kalau kau belum mau pulang, aku tidak apa. Aku akan pulang sendiri.” Lanjutku buru-buru.

“Andwae. Andwae.” Kata Jonghyun setengah berteriak. Aku sampai kaget melihat tanggapannya yang terlalu berlebihan.

“Anu..aku yang sudah mengajakmu pulang. Sudah seharusnya aku yang mengantarmu pulang.” Katanya pelan.

“Kkaja, kita pulang.” Dia berjalan menuju motornya, sedang aku mengikutinya dari belakang.

****************

Perjalanan pulang terasa begitu lama. Kami berdua banyak terdiam. Sesekali aku menunjukkan jalan menuju rumahku pada Jonghyun. Entah hanya aku yang merasa, tapi sepertinya Jonghyun sengaja melambatkan laju motornya. Sebenarnya aku enggan pulang. Aku enggan melepas semua kebersamaan kami. Tapi aku tahu aku harus pulang. Appa dan Eomma pasti sudah pulang. Mereka pasti sudah khawatir sekarang.

Akhirnya kami sampai juga di depan rumahku. Tapi ada yang aneh. Rumahku tampak begitu ramai. Banyak sekali orang yang ada di sana, dan semuanya memakai baju hitam. Suasananya seperti ada yang meninggal. Aku terkesiap. Siapa yang meninggal? Tanpa pikir panjang segera aku berlari menuju rumah.

Betapa terkejutnya aku saat mendapati di ruang tamu tampak sebuah peti mati yang ditutupi kain putih. Dan di atas peti itu…ada foto… aku mengerjapkan mataku tak percaya. Tidak..ini…tidak..mungkin… Aku melihat fotoku di atas peti mati itu. Tubuhku seakan membeku. Aku menatap kaku ke arah sekitar ruangan.

Terlihat Appaku yang sedang memeluk Eomma erat. Sedangkan Eomma menangis tersedu-sedu dalam pelukan Appa. Di sebelahnya tampak Jinki oppa menatap kaku ke arah perti mati. Air mata meluncur pelan di pipinya, tanpa dia tutupi. Hatiku seakan tertancap sembilu. Tubuhku lemas seketika. Aku jatuh terduduk dan tanpa sengaja aku memandang Seunghyun dan Seunghee di sisi lain ruangan ini. Seunghee menangis terisak-isak, dalam pelukan Seunghyun.

“Ini semua gara-gara aku.. coba aku bersikeras pulang bersamanya.” Kata Seunghee di sela-sela isakannya.

“Ani, Seunghee-ah… Ani… ini semua salahku. Seharusnya aku tidak menghalangimu yang akan pulang bersamanya.” Suara Seunghyun terdengar parau, dan dia ikut menangis bersama Seunghyun.

Tiba-tiba kepalaku berdenging. Aku pusing luar biasa. Aku memegang kepalaku erat. Bagaimana mungkin mereka semua mengira aku meninggal? Bukankah aku ada di sini, di antara mereka? Lalu bukannya aku melewatkan sesorean ini bersama Jonghyun? Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Missing link yang menghilang dari otakku saat aku terbangun di tepi jalan tadi.

~Flashback~

“Mungkin aku lebih baik ke toko buku dulu saja.” Pikirku saat melihat toko buku di seberang jalan. Tanpa pikir panjang aku langsung menyeberang, menuju toko buku itu. Tapi tiba-tiba terdengar bunyi klakson nyaring yang memekakkan telinga. Aku menengok ke arah sumber bunyi itu. Kulihat sebuah sedan hitam yang meluncur cepat ke arahku. Pengemudinya berteriak menyuruhku minggir. Sepertinya rem mobil itu blong. Aku hanya bisa memandang kaku ke arah mobil itu. Aku ingin berlari menghindar, tapi aku tak kuasa menggerakkan tubuhku sedikitpun.

BRAKKKKK!!!!

Aku mendengar suara seorang wanita yang menjerit, sepertinya itu suaraku, dan kemudian gelap yang kurasakan.

~End of Flashback~

Kemudian aku teringat saat Jonghyun memandang kaku ke arah seberang jalan yang sempat kulalui, pasti dia tengah memandang tempat dimana aku tertabrak, lalu perilaku Jonghyun yang aneh saat kami bertemu di depan toko buku, dan lariku yang sangat cepat.

Jadi itu semua benar. Itu benar. Aku sudah meninggal. Aku bukanlah manusia. Aku hanyalah roh tanpa tubuh. Aku menjerit kuat.

“TIDAAAAAAKKKKKKKKKK!!!!!!!!!”

Kemudian aku berlari keluar. Jonghyun yang menunggu di dekat motornya terperangah melihatku yang berlari. Aku tidak memperdulikannya. Aku hanya ingin berlari, dan menenangkan diriku.

“Sora-ssi!!!!” teriaknya. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin berlari, dan terus berlari. Entah ke mana..

*******************

Aku memandang bintang yang terlihat begitu indah di langit. Sesaat kugoyangkan ayunan tempatku duduk. Tiba-tiba kurasa ada orang yang duduk di ayunan sebelahku. Aku menoleh, dan kulihat Jonghyun duduk, tanpa memandangku. Aku memalingkan wajahku. Sesaat kami terdiam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing.

“Kau sudah tahu dari awal kalau aku…” kugantungkan kalimatku, rasanya aku tidak kuasa menyebut satu kata itu.

“Ne.”

“Kenapa kau tidak memberitahukannya langsung padaku?”

“Apa aku tega mengatakan kalau kau sudah….” dia pun tidak kuasa melanjutkan kata-katanya.

“Lalu kenapa kau bisa melihatku? Tadi banyak sekali orang di rumahku, tapi tidak ada seorangpun yang bisa melihatku.”

“Itu sudah jadi kemampuanku sejak kecil. Aku bisa melihat roh, arwah, dan sejenisnya. Itu jugalah yang membuat aku menarik diriku dari pergaulan. Aku takut banyak yang akan menganggapku aneh kalau mengetahui kemampuanku. Karenanya sebisa mungkin aku menutup diri dari teman-teman.”

“Apa Seunghyun tahu?”

“Ne. Bahkan awal dari persahabatan kami karena aku menolongnya dari arwah anak perempuan yang tergila-gila padanya. Lucu sekali, anak perempuan itu, meski sudah jadi arwah penasaran masih saja terus mengikuti Seunghyun. Yang membuatku heran, Seunghyun tidak kaget ataupun takut setelah mengatahui kemampuanku. Sejak itulah kami bersahabat.”

“Arwah anak perempuan itu…dia sebenarnya apa?”

“Kasihan sekali dia. Dia tidak tenang meninggalkan dunia ini, sehingga arwahnya gentayangan tidak menentu.”

“Apa aku juga seperti dia?” aku menoleh memandang Jonghyun. Jonghyun masih saja tidak memandangku. Pandangannya lurus ke depan.

“Ani. Kau berbeda. Biasanya arwah yang seperti itu rohnya tidak utuh. Tapi kau begitu utuh, tidak kurang suatu apapun. Saat di pantai, aku melihatmu untuk memastikan apa ada sesuatu yang tidak utuh dari dirimu. Tapi tidak ada yang kurang padamu. Rohmu sempurna, seperti manusia yang hidup. Hanya saja tanpa tubuh. Dan kau..masih saja secantik biasanya.” Aku melihat semburat merah di wajah tampannya. Aku memalingkan wajahku yang terasa panas. Apa wajahku juga bisa memerah ya?

“Lalu kenapa aku bisa berjalan-jalan begini? Kenapa aku tidak pergi ke alam lain?” tanyaku perlahan.

“Entahlah. Aku juga tidak tahu. Jarang aku menemukan roh yang begitu utuh sepertimu di sekitarku. Biasanya roh yang utuh akan langsung pergi ke alam lain. Tapi aku bersyukur Tuhan tidak langsung memanggilmu.”

“Waeyo?” aku benar-benar heran dengannya. Aku menoleh dan menatapnya yang tengah memandangku lekat.

“Karena aku bisa bicara denganmu, aku bisa pergi denganmu, dan aku bisa mengungkapkan apa yang kupikirkan tentangmu selama ini. Selama ini aku menyukaimu. Aku sangat menyukaimu. Aku suka sekali melihatmu yang begitu ceria, aku suka semua tentangmu. Dan yang paling kusuka adalah senyummu. Aku sangat suka melihatmu tersenyum. Belum pernah aku merasakan yang seperti ini. Aku sangat menyukaimu. Tapi aku tidak berani mendekatimu, meski hanya selangkah. Karena aku tahu aku ini memiliki kemampuan aneh. Dan jika aku dekat denganmu, cepat atau lambat kau akan mengetahuinya. Aku tidak ingin kau menjauh karena ketakutan dan menganggapku aneh. Aku rela setiap orang mencemoohku karena kemampuan anehku ini, tapi aku tidak ingin kau memandangku begitu. Karena aku mencintaimu. Sora-ssi, Saranghaeyo.” Jonghyun tersenyum lembut sambil memandangku.

“Jonghyun-ssi, aku pun merasakan hal yang sama. Sudah sejak lama aku juga menyukaimu. Tapi kau begitu tertutup, kau seolah membentengi dirimu dari orang lain. Itu yang membuatku ragu. Jonghyun-ssi, Nado Saranghae”

“Gomawo, Sora-ssi. Terima kasih karena kau telah memberikan satu hari terindah dalam hidupku. Terima kasih, kau telah membuatku bersyukur memiliki kemampuan aneh ini untuk pertama kalinya.”

“Ani. Harusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih karena kau telah membuatku mengenal perasaan indah ini, dan merasakan ada orang lain yang mencintaiku. Terima kasih untuk satu hari yang indah ini, meski untuk terakhir kalinya dan tak kan pernah terulang.”

Aku merasakan ada cahaya dari langit yang berpendar menyinariku. Aku tahu inilah saatku. Aku harus sangat berterima kasih pada Tuhan karena telah memberikan satu hari yang indah bersama Jonghyun. Aku berdiri dan bersiap pergi.

“Jonghyun-ssi, aku pergi dulu. Sekali lagi terima kasih. Saranghae.” Kataku dengan suara yang bergetar.

“Nado saranghae.” Katanya sambil tersenyum, meski air mata meluncur deras di pipinya. Ah, jika saja aku masih hidup, pasti aku akan menangis sama sepertinya.

~End of  Sora POV~

~Jonghyun POV~

Aku bergetar memandang tubuh Sora yang perlahan-lahan menghilang. Air mata meluncur deras di pipiku. Saat Sora benar-benar menghilang, langit seketika berubah mendung, cahaya bintang seakan lenyap ditelan awan tebal, benar-benar gelap dan suram. Segelap hatiku yang merasa kehilangan bintang.

Dialah bintang bagiku. Sejak pertama menatapnya, aku sudah jatuh hati padanya. Dia seolah menerangi mendung di hatiku. Tiap malam, saat aku merasa kesepian, mengingat senyumnya membuatku merasa tak sendiri lagi. Semua ucapannya, semua tingkah lakunya, dan semua yang kulihat tentang dirinya terekam dengan baik dalam otakku, dan selalu muncul di saat aku merasa sedih dan menyesali kemampuan anehku ini. Selalu berhasil membuatku tersenyum. Aku hapal caranya tersenyum. Aku hapal gelak tawanya. Tawanya selalu mengobarkan api semangat dalam diriku, bagai udara yang mengisi paru-paruku.

Tapi kini dia pergi, meninggalkan lubang penyesalan yang begitu dalam di hatiku, membuatku terbenam ke dalamnya bersama dengan segenap cintaku padanya.

Angin malam mulai berhembus kencang. Kudekap dadaku erat, seolah angin ini membuat lubang itu semakin dalam. Dan kini hanya perih yang kurasa di dasar lubang itu. Air mataku tak terbendung lagi. Aku mencintainya. Aku sangat mencintainya. Kata-kata ini terus terngiang di telingaku. Membuat kepalaku seolah akan meledak akan penyesalanku. Andai sejak dulu… andai aku diberi kesempatan kedua.

Tapi aku tahu aku seharusnya merasa bersyukur. Aku diberikan kesempatan untuk berbicara dengannya, memandang lekat dirinya, dan tertawa bersamanya oleh Tuhan. Meski hanya untuk terakhir kali… Meski tak akan terulang lagi.

Lee Sora, Jeongmal Saranghaeyo…. I will always love you.. Semoga kau tenang di alam sana. Tunggulah aku… Aku akan menyusulmu ke surga….

Tunggu aku…

THE END

Posted in My Fanfiction | 6 Comments

[FF/1S/S]My Sleeping Prince

Title: My Sleeping Prince

Chapter: 1/1

Length:  3256 words

Genre: Romance

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Casts:

❤  Kim Jonghyun

❤ Lee Sora

❤ Song Seunghee

And other supported casts^^

 

My Sleeping Prince by Sannia KimMy Sleeping Prince by Sannia Kim

 

 

Aku mendesah menatap buku sketsa di depanku. Masih bersih dan tidak ada sedikitpun coretan. Aku kehilangan inspirasi. Apalagi ya yang harus kugambar? Aku melamun menatap ke luar jendela kelasku, mencoba mencari inspirasi. Bel pulang sudah lama berbunyi, sehingga sekolah kelihatan sunyi. Saat itu kulihat dua orang siswa berjalan berdampingan, berbincang-bincang. Laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki bertubuh tinggi, sekitar 174 cm. Wajahnya tampan luar biasa. Rambut hitam tebalnya tampak sedikit acak-acakan, matanya yang kelabu berbinar jenaka, dan tampak senyum lebar tersungging di bibirnya yang merah. Namanya Kim Jonghyun. Dia kapten tim basket di SMAku. Orangnya ramah, ceria, dan tentu hal yang paling menonjol dari dirinya ,selain wajahnya yang tampan, adalah permainan basketnya. Hanya saja kudengar sementara ini dia tidak bisa bermain karena cedera. Tentu segala kelebihan yang ada di dirinya membuatnya memiliki banyak sekali penggemar. Aku berani bertaruh, setengah siswi sekolah ini pasti menyukainya. Termasuk aku. Jujur, aku sangat mengaguminya. Namun perasaan ini hanya aku yang mengetahuinya. Aku bukan tipe orang yang berteriak-teriak histeris di pinggir lapangan tiap kali dia berlatih atau bertanding. Aku lebih suka memendam perasaanku dalam, tanpa ada seorang pun yang tahu.

Namun meski memiliki banyak penggemar, tak ada seorangpun yang berani mengharap lebih jauh. Itu semua karena gadis yang sedang berjalan di sebelahnya. Tidak tinggi memang, mungkin tingginya hanya sekitar 155 cm saja. Tapi semua orang pasti setuju kalau paras gadis itu sangat cantik. Rambut hitamnya yang lurus sebahu tampak serasi dengan wajahnya yang manis. Terlebih lesung pipit yang selalu tampak saat gadis itu tersenyum atau tertawa, menambah nilai tambah pada wajahnya. Namanya Song Seunghee. Siswa terbaik di angkatan kami. Sejak kelas satu hingga kelas dua ini predikat nilai terbaik selalu digenggamnya. Dan bukan hanya itu, permainan biolanya benar-benar mengagumkan. Terlebih lagi dia berasal dari keluarga kaya. Lengkaplah sudah. Dan dua manusia luar biasa itu menjalin kisah di antara mereka. Pasangan yang sempurna. Jonghyun dan Seunghee. Apalagi kudengar mereka telah saling mengenal sejak kecil dan kedua orang tua mereka pun bersahabat baik. Siapa lagi yang berani mengusik mereka?

Aku mendesah. Jika dibandingkan dengan Seunghee, tentunya aku bukan apa-apa. Kuakui wajahku biasa-biasa saja. Mataku sipit-seperti kebanyakan orang korea-, rambutku yang sedikit ikal kubiarkan panjang, aku sedikit lebih tinggi dibanding teman-temanku pada umumnya. 168 cm. tapi selebihnya tidak ada hal yang istimewa dariku. Dari segi prestasi pun aku biasa-biasa saja. Meski nilaiku di atas rata-rata, tapi aku yakin nilaiku belum ada apa-apanya dibanding nilai Seunghee. Selain itu aku pun tidak pandai bermain alat musik. Mungkin satu-satunya hal yang bisa aku banggakan hanyalah kemampuan menggambarku.

Ah, kenapa aku jadi tidak bersyukur begini sih? Aku yakin tiap orang memiliki kelebihan masing-masing. Dan inilah kelebihanku. Aku harusnya bersyukur masih bisa melukis tiap hari dan mewujudkan impianku menjadi pelukis suatu hari nanti. Ya, karena melukis adalah hidupku.

 

*************

 

Aku berjalan menuju sebuah ruangan kecil di dekat halaman belakang sekolah. Ruang itu dulunya tempat untuk menyimpan alat-alat olahraga. Tapi karena gedung olahraga yang baru memiliki ruang penyimpanan yang lebih luas, ruangan itu dibiarkan kosong. Aku memohon kepada Appaku yang juga kepala sekolah di sekolahku untuk mengijinkanku memakai ruangan itu sebagai studio kecilku. Setelah membujuk appa ku berkali-kali, barulah dia mengijinkanku menggunakan ruangan itu dengan syarat hanya kupakai sepulang sekolah. Dan resmilah aku menempati ruang itu dua bulan lalu. Kecil memang, tapi cukup nyaman karena aku menaruh sebuah sofa panjang di sana.

Aku membuka ruangan yang tidak terkunci itu. Aku benar-benar lelah hari ini. Ingin rasanya beristirahat sejenak di sofa. Tanpa pikir panjang aku duduk di atas sofa itu. Aku merasa ada yang aneh dengan sofa itu.

“Kyaaa!!!!!!” sontak aku menjerit karena ternyata ada seorang laki-laki yang tidur di sofa itu, dan yang kududuki tadi adalah kakinya.

“Waeyo? Kenapa berteriak-teriak seperti itu?” laki-laki itu terbangun dari tidurnya. Dia mengucek-ucek matanya sambil menguap lebar.

Aku terkejut menatap laki-laki itu. Dia…dia..dia Kim Jonghyun. Mau apa dia di tempat ini?

“Mau..mau apa kau di tempat ini?” tanyaku terbata-bata. Aku benar-benar gugup sekarang. Mungkin jika ada cermin aku bisa melihat wajahku memerah.

Dia mengerjap-ngerjapkan matanya sesaat dan memandang berkeliling ke ruangan kecil itu. Tak lama matanya berbinar jenaka dan senyumnya terkembang.

“Tempat ini milikmu?”

Aku hanya bisa mengangguk canggung menjawab pertanyaannya.

“Wah, enaknya punya tempat pribadi seperti ini di sekolah. Aku juga mau.”

Aku hanya diam mendengar ucapannya. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba dia menatap ke arahku.

“Ah, kau marah ya gara-gara aku sembarangan tidur di sini. Mianhae, aku tadi mengantuk sekali. Saat aku melewati tempat ini aku melihat dari jendela di sini ada sofa. Karena terlalu mengantuk tanpa pikir panjang aku  tidur di sini.” Katanya sambil nyengir.

“Ani..ani..aku tidak marah.” Kataku cepat.

“Jadi aku boleh tetap di sini?” tanyanya lagi. Senyum jenakanya terkembang. Dia terlihat begitu tampan. Aduh, jangan tatap aku dengan pandangan begitu.

“Terserah kau saja.” Kataku berusaha tetap dingin. Aku berjalan menuju kanvasku yang terletak di dekat jendela. Aku duduk menghadap kanvasku dan mulai melanjutkan lukisanku yang baru setengah jadi.

“Kau suka melukis ya?” tiba-tiba terdengar suara Jonghyun tepat di belakangku. Tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat, darahku seakan mengalir dari bawah ke atas.

Aku hanya mengangguk kecil, kemudian berpura-pura sibuk dengan lukisanku.

“Wah, jadi ini studiomu ya. Tapi darimana kau bisa mendapatkan ruang pribadi di sekolah?”

“Ano..appaku kepala sekolah.” Suaraku pasti terdengar sangat aneh sekarang.

“Wah…jadi Mr.Lee itu appamu ya.” Kemudian mengalirlah celotehan-celotehan tentang appaku dari mulutnya. Ternyata dia itu cerewet sekali.

“Omong-omong kita belum berkenalan kan? Kim Jonghyun imnida. Kelas 2-1.” Tiba-tiba dia sudah berdiri di sampingku dan mengulurkan tangannya.

Tidak usah kau sebutkan namamu pun aku sudah tahu. Aku tahu semua tentangmu. Tapi kusambut juga uluran tangannya.

“Lee Sora imnida. Kelas 2-2.”

 

*************

 

~The Next Day~

Aku membuka pintu ruang kecil itu dengan sedikit berdebar, mengharap jika aku membuka pintu ini, aku akan mendapati wajah Jonghyun di dalam. Namun yang kudapati hanya ruangan yang kosong. Aku menghela napas. Aku berharap terlalu tinggi. Tidak mungkin dia kembali ke ruangan ini. Kemarin hanya kebetulan. Aku bergegas menuju ke depan kanvas dan mulai melanjutkan lukisanku.

“Annyeong, Sora-ssi. Aku datang lagi..” tiba-tiba terdengar suara yang sangat kukenal. Aku segera menengok ke arah pintu. Benar saja, Jonghyun sudah berdiri di sana, membawa setumpuk komik, dengan senyumnya yang khas dan matanya yang selalu berbinar jenaka.

“Boleh kan aku numpang di sini lagi?”

“Ne. tentu masuk saja.” Jawabku buru-buru.

“Mana mungkin aku melarangmu.” Sambungku dalam hati.

Jonghyun berjalan santai ke sofa. Dia segera mengambil posisi tidur dan mengambil salah satu komik yang dibawanya kemudian membacanya. Aku hanya menatapnya geli. Dia benar-benar ceria dan seenaknya sendiri. Tapi itu malah membuatku semakin menyukainya.

“Ada apa, Sora-ssi?” tanyanya sambil melepas pandangannya dari komik yang dibacanya dan menatapku heran. Dia menyadari tatapanku rupanya.

“Aniyo..” kataku terbata-bata, menundukkan wajahku yang mulai memerah.

“Jeongmal mianhae, mungkin untuk hari-hari ke depan aku akan merepotkanmu. Aku bingung sekali apa yang harus kulakukan. Aku bermain basket dan kakiku cedera kemarin, jadi aku tidak bisa bermain untuk sementara waktu. Aku di sini hanya sampai jam 6 saja, jadi kau tenanglah.” Katanya sambil nyengir lebar.

“Ne. Gwenchana.”

“Untuk selamanya pun aku tidak apa.” Sambungku dalam hati.

Dia tersenyum lebar mendengar jawabanku dan kembali melanjutkan bacaannya. Aku pun mengalihkan perhatian pada lukisanku. Berjam-jam kemudian kami larut dengan apa yang kami lakukan. tidak ada sepatah katapun yang kami ucapkan.

“Ah, selesai juga.” Gumamku saat menatap lukisanku yang sudah jadi. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Sudah jam 5 rupanya. Aku menengok ke arah Jonghyun. Dia sudah tertidur rupanya. Komiknya dia letakkan di dada bidangnya.

Perlahan aku mendekati sofa dan berjongkok di sampingnya, mengamati wajah Jonghyun yang tengah tertidur pulas. Wajahnya terlihat sangat innocent dan..tampan tentunya. Dia seperti pangeran dari impian terindahku, pangeran tidurku..

Kuambil buku sketsaku dan mulai kugambar wajahnya. Aku sangat suka melakukan ini. Melakukan dua hal yang sangat kusukai. Menggambar sekaligus mengamati wajahnya. Tak lama kemudian aku sudah hanyut dalam kegiatanku. Jonghyun tertidur sangat pulas sehingga tidak menyadari apa yang kulakukan. Bahkan hingga sketsa wajahnya selesai, dia belum juga terbangun.

 

*************

 

~A Month Later~

Aku mengamati gambar-gambar yang ada di buku sketsaku. Semuanya gambar wajah Jonghyun yang sedang tertidur. Tak terasa sudah sebulan kebersamaan kami. Tiap hari dia datang, terkadang membawa komik, terkadang juga mengajakku ngobrol dan bertanya ini itu. Aku benar-benar menikmati kebersamaan itu. Aku tersenyum teringat salah satu percakapanku dengannya.

 

Flashback mode: on

 

“Jadi cita-citamu menjadi pelukis ya?” tanyanya.

“Ne. kelak aku ingin memiliki galeri sendiri yang memajang karya-karyaku.” Jawabku mantap.

“Haha. Bagus sekali. Jangan lupakan aku ya kalau sudah berhasil nanti.’ Jawabnya dengan senyum khasnya. Aku hanya mengangguk saja.

“Dulu sekali aku ingin jadi pemadam kebakaran. Tapi sepertinya itu pekerjaan yang tidak keren ya sekarang.” Lanjutnya sambil tertawa.

“Sekarang ingin jadi apa?”

“Pembeli lukisanmu.” Jawabnya singkat, kemudian terdengarlah tawanya berderai.

 

Flashback mode: off

 

Aku tersenyum mengingat kejadian itu. Perlahan kuelus gambarnya. Dia sangat tampan. Selalu tampan, meski saat sedang tidur. Aku pernah dengar katanya wajah asli seseorang terlihat saat dia sedang tidur. Jadi wajah asli Jonghyun memang wajah tampan luar biasa yang selalu ceria dan tampak jenaka itu. Aku mendekap buku sketsaku erat. Dadaku bergemuruh membayangkan aku bisa mendekap Jonghyun seperti aku mendekap buku sketsaku. Aku tahu pasti, aku sudah benar-benar jatuh cinta dibuatnya.

Aku mencintainya. Aku yakin itu. Aku suka saat menatap senyum jenakanya, senyum yang membuatku termangu. Aku suka menatap wajahnya yang tertidur. Wajah yang selalu membuatku terpana kapanpun aku menatapnya. Aku suka mendengar indah suaranya menyebut namaku. Suara yang selalu membuat darahku berdesir. Aku mencintainya. Dan kudekap buku sketsaku semakin erat.

 

*************

 

Sore yang sama seperti sore-sore yang lalu. Jonghyun terlelap setelah bosan membaca komiknya, dan aku kembali menggambar sketsa dirinya, seperti hari-hari yang lalu. Tiba-tiba kulihat matanya membuka perlahan. Aku segera menutup buku sketsaku, berharap dia tidak menyadari sedang kulukis.

“Ah, nyenyak sekali tidurku.” Dia menggeliat dan mengacak-acak rambutnya. Aku masih duduk di sebelah sofanya sambil memeluk buku sktesaku erat, jantungku masih berdebar tidak karuan.

“Yah, waeyo Sora-ah? Kau kelihatan aneh sekali.” Tanyanya heran.

”Uhm..ano..aku..aku kaget…aku tadi mau membangunkanmu, tapi tiba-tiba kau bangun..“ susah payah aku merangkai kata-kataku.

”Oh iya, jam berapa ya ini?“ dia tampak panik dan menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

”Aish, sudah jam segini. Seunghee pasti sudah menungguku.“ gumamnya panik dan dengan cepat dia bangkit kemudian berlari ke luar ruangan. Aku terkesiap mendengar kata-katanya tadi. Seunghee?

“Sora-ah, jalga.“ Terdengar suara Jonghyun di pintu. Kemudian dia berlari lagi. Aku bisa mendengar langkah kakinya yang cepat bergema di lorong sekolah. Aku menggigit bibir bawahku. Seunghee?

Aku bangkit dan menatap jendela yang menghadap langsung ke halaman. Di sana tampak Jonghyun berlari ke arah Seunghee yang sedang menunggunya. Seunghee membawa tas biolanya.

Ah, tentu saja setiap hari kan Seunghee berlatih di ruang musik sampai jam 6. aku sering bertemu dengannya saat pulang. Dan Jonghyun, dia menunggu di sini sampai jam 6 karena akan pulang bersama Seunghee, bukan karena ingin menemuiku atau semacamnya. Mataku basah. Tanpa bisa kutahan air mata ini keluar dengan sendirinya.

Aku mendekap buku sketsaku semakin erat. Perih. Hanya itu yang kurasakan kini. Pabbo-ah. Harusnya aku tahu sejak awal tidak mungkin Jonghyun menyukaiku. Tidak mungkin aku bisa bersamanya. Seharusnya rasa ini kubuang jauh-jauh sebelum terlanjur terlalu dalam. Kini aku terlanjur mencintainya, dan telah kuberikan seluruh jiwaku. Aku ingin merengkuhnya, aku ingin menggapainya, aku begitu ingin memilikinya. Namun apa daya, aku terjebak dalam lingkaran tak berujung ini. Aku terpaku di tempatku berdiri, menatapnya dengan wanita lain. Aku tak bisa turun melupakannya, pun tak bisa naik menggapainya.

Aku ingin terlepas dari lingkaran ini. Ingin rasanya beranjak dari tempatku kini. Meski aku harus kembali ke titik awal, meski aku harus kembali ke bawah, ke saat di mana rasa ini belum tumbuh. Tapi apa daya, aku tak sanggup. aku tak sanggup mengingkari kenyataan bahwa aku begitu mencintainya.

 

*************

 

~The Next Day~

“Sora-ah, I’m comiiinggg…” teriakan ceria yang khas terdengar di depan pintu. Aku menggigit bibir bawahku. Aku harus bagaimana?

Aku tidak membalikkan badan sedikitpun. Pandanganku terpaku pada kanvas kosong di depanku. Aish, aku tahu aku pasti akan menangis kalau aku melihatnya.

”Ah, mianhae. Kau pasti sedang mencari inspirasi kan? Tenang saja, aku tidak akan mengganggumu.“ Terdengar suara Jonghyun. Aku tahu saat ini pasti dia sudah duduk di sofa dan mulai membaca komik.

Selama beberapa saat hanya terdengar suara kertas yang dibalik Jonghyun. Sementara aku sendiri hanya memandang kosong ke arah kanvas.

”Yah, rupanya kau selalu menggambarku ya saat aku tertidur?“ terdengar suara Jonghyun memecah keheningan di antara kami. Aku terkesiap mendengar kata-katanya. Aku bangkit dan berbalik dengan cepat. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat apa yang dipegang Jonghyun. Itu buku sketsaku. Dan Jonghyun sedang menatap halaman yang berisi gambarnya. Tidak, tentu saja itu gambarnya, karena semua halaman di buku sketsaku hanya berisi gambarnya.

”Jonghyun-ah, itu…“ lidahku kelu, tak bisa berkata-kata. Wajahku terasa begitu panas.

”Yah, jangan-jangan kau suka padaku ya?“ Jonghyun berpaling dari buku sketsaku dan menatapku sambil tersenyum jenaka.

Pabbo-ah, apa dia tidak tahu betapa sakitnya aku saat dia mengatakan hal itu dengan mudahnya? Apa dia tidak tahu dari tadi aku mati-matian menahan tangisku? Apa dia tidak tahu bahwa perasaanku padaku tidak seringan saat dia mengatakannya? Perasaan ini begitu berat membebaniku dan sangat menyiksaku.

”Ne, aku menyukaimu…“ aku bahkan tidak mempercayai pendengaranku!! Aku bisa mengucapkannya, meski suaraku bergetar menahan tangis. Aku menatap Jonghyun yang terperangah menatapku.

”Mungkin kau menganggapku bodoh. Aku tahu aku tidak pantas untukmu. Aku tahu kau sudah memiliki Seunghee, yang jauh lebih pantas untukmu. Aku tahu itu, aku tahu. Karena itu aku mohon jangan pernah datang lagi. Aku sudah cukup tersiksa dengan semua ini.“ Tangisku pecah dan dengan cepat aku menyambar tasku kemudian berlari meninggalkan ruangan itu sambil menangis.

”Sora-ah.“ Terdengar Jonghyun berteriak memanggilku. Tapi tak kupedulikan. Aku terus saja berlari dengan air mata yang mengalir semakin deras. Tiba-tiba aku menabrak seorang siswi yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Kami berdua pun terjatuh bersamaan.

”Aduh!!“ terdengar erangan kesakitan dari siswi itu saat kami berdua jatuh. Aku pun merasakan lututku begitu perih, dan aku tahu pasti ada darah yang menetes. Tapi suaraku seakan hilang, bahkan hanya untuk sekedar mengerang kesakitan. Yang ada hanya isak tangis yang semakin keras. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.

”Ommo, choungsuhamnida. Aku…aku…aku tidak sengaja tadi. Kau terluka?“ terdengar suara lembut siswi yang aku tabrak tadi. Tampaknya dia mengkhawatirkanku. Ommo, kenapa dia begitu baik? Aku pikir tadi aku akan mendengar caci maki darinya. Aku mengusap air mataku dan menatap siswi itu. Jantungku seakan berhenti berdetak saat melihat siswi itu. Dia..dia..dia Seunghee. Wajahnya tampak mengkhawatirkanku. Aku melihat tas biolanya tergeletak di sampingnya.

”Gwenchanayo? Mianhae, aku tidak hati-hati tadi saat berjalan.“ Melihat wajah cantiknya yang terlihat sangat mengkhawatirkanku, aku menangis lagi.

”Aduh, pasti sakit sekali ya. Mianhae,Mianhae.“ Katanya panik saat aku menangis lagi. Aku menggeleng perlahan. Bukan,bukan, bukan dia yang salah. Akulah yang salah karena berlari tadi.

”Ayo, kita ke UKS.“ Tangannya terulur mencoba membantuku berdiri. Aku mengusap air mataku dan meraih tangannya. Kemudian dia menuntunku menuju ruang UKS.

 

*************

 

~Di Ruang UKS~

Seunghee dengan lembut mengobati lukaku. Aku menggigit bibirku. Rasanya perih sekali.

”Nah, sudah selesai.“ Katanya sambil berdiri dan tersenyum padaku.

”Jeongmal Mianhae, tadi aku tidak sengaja menabrakmu.“ Katanya lagi. Aku menggeleng perlahan.

”Aniyo. Harusnya akulah yang minta maaf. Aku yang menabrakmu tadi. Mianhaeyo.“ Seunghee tersenyum mendengar ucapanku.

”Ah, kau Lee Sora kan? Aku Song Seunghee.“ Dia mengulurkan tangannya. Aku menerima jabat tangannya.

”Dari mana kau tahu namaku?“ tanyaku heran. Biar bagaimanapun aku kan bukan termasuk siswa yang populer.

”Jonghyun cukup sering bercerita denganmu.“

“Ah, aku sudah terlambat. Aku harus pergi. Jalga,Sora-ssi. Senang berkenalan denganmu.“ Katanya saat menatap jam dinding. Dia mengambil tas biolanya dan pergi meninggalkan ruang UKS.

Aku menggigit bibir bawahku. Seunghee benar-benar sangat baik. Andai dia tahu aku mencintai laki-laki yang dicintainya, bagaimana ya reaksinya? Pasti dia akan memakiku dan memandang sinis padaku. Air mataku kembali meluncur turun. Aku ini benar-benar jahat. Seunghee begitu baik padaku. Aku tahu dia benar-benar tulus, dari sorot matanya. Padahal dia tahu pacarnya bersama perempuan lain selama berjam-jam dalam satu ruangan setiap hari, tapi dia masih begitu baik. Dia tidak berpikiran buruk tentangku. Sementara aku malah menikmati kebersamaan itu setiap hari dan yang lebih buruk, aku mencintai pacarnya. Padahal aku tahu aku bukanlah apa-apa dibanding Seunghee. Dadaku kembali terasa sesak. Aku mulai menangis lagi.

”Sora-ah.“ Terdengar suara yang sangat kukenal memanggil namaku. Aku mendongak dan menatap Jonghyun yang sedang berjalan menghampiriku. Dia membawa buku sketsaku.

”Aku mau mengembalikan ini.“ Katanya lirih. Aku meraih buku sketsaku dari tangannya dan mendekapnya erat. Jonghyun menyeret sebuah kursi dan duduk di depanku.

”Sora-ah, Jeongmal mianhae. Aku tidak tahu kalau kau…“ dia tidak melanjutkan ucapannya dan menunduk memandang lantai.

”Aniyo. Aku yang salah. Aku tahu aku tidak boleh menganggapmu lebih dari teman. Kau sudah memiliki Seunghee. Tidak seharusnya aku ada di antara kalian. Dia mencintaimu, dan kau juga mencintainya. Tolong, biarkan aku pergi dari hadapan kalian..“ kataku setengah terisak.

”Kau benar. Aku mencintainya. Aku sangat mencintainya. Kami sudah bersahabat sejak kecil. Sejak TK hingga SMA kami selalu bersama, bagai tak terpisahkan. Bagiku dia adalah segalanya.“ Jonghyun berkata dengan lesu. Aku menggigit bibirku semakin keras. Hatiku sakit rasanya mendengar dia mengucapkan kata-kata itu.

”Tapi kau salah. Baginya aku hanya sahabatnya saja. Tidak lebih.“ Katanya dengan suara yang bergetar. Aku terkesiap mendengar kata-katanya. Aku menatapnya tidak percaya. Jonghyun yang menyadari kalau aku tidak percaya dengannya tersenyum pahit.

”Kasihan sekali ya aku ini. Aku tiap hari bersamanya. Selama bertahun-tahun tak terpisahkan. Dia begitu dekat denganku, tapi cintanya bukan untukku. Dia malah mencintai laki-laki lain yang jaraknya begitu jauh darinya.“

”Laki-laki lain?“ desisku tidak percaya.

“Ne. namanya Lee Jinki. Dia kakak kelas kami saat SMP, sejak SMA sekolah di Kanada, dan kini kuliah juga di sana. Mereka pacaran sejak kami di kelas 2. jadi, sudah 4 tahun mereka pacaran. Bahkan tahun depan mereka akan bertunangan. Dan anehnya selama 4 tahun mereka pacaran, 3 tahun di antaranya mereka berhubungan jarak jauh” Katanya setengah menggerutu.

”Tapi..seisi sekolah ini tahu kalau kalian pacaran.“ Aku masih tidak percaya mendengar ceritanya.

“Ah itu, yah, kau tahu kan kalau aku ini punya bayak fans. Aku malas mengurusi mereka. Kalau mereka tahu sebenarnya aku tidak punya pacar, pasti mereka akan selalu menggangguku. Karena itu aku meminta Seunghee untuk pura-pura jadi pacarku. Dan itu terbukti cukup membuatku aman. Lagipula Seunghee dan Jinki hyung tidak keberatan. Mungkin Jinki hyung yakin sekali kalau Seunghee sangat mencintainya. Dan itu memang terbukti. Padahal awalnya aku berharap kalau Seunghee akan jatuh cinta padaku saat pura-pura jadi pacarku. Tapi nyatanya sudah 2 tahun tapi perasaannya padaku tidak berubah sedikitpun.” Katanya mengakhiri ceritanya sambil tersenyum jenaka. Aku hanya bisa terdiam. Entah apa yang harus kukatakan.

”Jadi begitu. Rasanya menyenangkan sekaligus menyedihkan. Di satu sisi aku senang karena aku bisa selalu dekat dengan orang yang kusukai. Tapi di sisi lain aku juga sedih, karena perasaannya padaku tak kunjung berubah padaku. Tapi semuanya menjadi begitu berbeda saat aku bertemu denganmu, Sora-ah. Aku suka dengan sifatmu yang polos itu. Aku selalu menantikan saat-saat aku menunggu Seunghee pulang latihan bersamamu. Aku menikmati kebersamaan kita. Entah sejak kapan, tapi perasaanku pada Seunghee berubah perlahan-lahan. Kini aku hanya menganggapnya sahabat, seperti dia menganggapku sahabatnya. Dan aku yakin, orang yang kucintai adalah kau. Lee Sora, Saranghaeyo.“ Dia mengucapkan kata-kata terakhirnya sambil tersenyum lembut, bukan tersenyum jenaka seperti biasanya. Aku hanya bisa menatapnya tak percaya. Aku mulai merasa wajahku panas. Pasti sekarang wajahku sudah sangat merah.

”Aku senang sekali waktu mengetahui kau menggambarku. Tapi aku benar-benar tidak memperhitungkan kalau kau juga mengira aku ada hubungan khusus dengan Seunghee. Mianhae, aku sudah membuatmu tersiksa dengan perasaanmu.“ Aku menunduk malu, menyembunyikan wajahku yang memerah.

”Ne, gwenchanayo.“ Kataku perlahan

.

”Jadi, kau masih mau pergi dariku?“ tany

anya lagi. Aku hanya menggeleng lemah. Dia tertawa dan merengkuhku ke dalam pelukannya. Darahku seketika berdesir, dan jantungku serasa mau lepas.

”Saranghae, Sora-ah.“ Bisiknya perlahan.

”Nado saranghae.“ Jawabku perlahan.

Aku tersenyum bahagia dalam pelukannya. Dialah Jonghyunku. Dialah pangeranku. Pangeran tidur dari mimpi terindahku, yang menjemputku dengan kuda putih

nya.

 

===========E.N.D========

Copyright 2010 Sannia’s Fanfiction

“Dilarang keras mengutip,menjiplak, memfotokopi sebagian atau seluruh FanFiction ini tanpa mendapat izin tertulis dari author”

Posted in My Fanfiction | Leave a comment