[FF/S/1S/PG-15] Still Untitled

Title : Still Untitled

Chapter: 1/1

Genre: Romance, AU

Rating: PG-15/Straight

Author: Sannia Kim

Main Casts:

Kim Sunggyu (Sunggyu Infinite)

Song Seunghee (OC)

And other supported casts^^

Song Seunghee

 

                Laki-laki itu sama sekali tidak peka.

 

Yap, aku sangat setuju dengan pernyataan itu. sepertinya kadar kepekaan laki-laki berada jauh jauh dibawah perempuan. Mereka sama sekali tidak bisa—dan sepertinya juga tidak berusaha—memahami perasaan perempuan.

 

“Tapi aku tidak begitu.” Selalu itu yang akan dikatakan Kim Myungsoo—teman sebangkuku—tiap aku mengemukakan hal ini.

 

“Tidak seperti yang terlihat, aku ini sebenarnya cukup peka loh. Terutama kalau menyangkut perasaan perempuan.” Lanjutnya lagi—meski kenyataannya saat ini dia tidak memiliki kekasih setelah putus dari kekasihnya beberapa waktu yang lalu.

 

Ya, aku tahu Myungsoo benar. Tidak semua laki-laki seperti itu. tapi kalau berbicara mengenai Kim Sunggyu, seratus persen pernyataan tadi benar. Kim Sunggyu itu mungkin laki-laki paling tidak peka nomor satu sedunia.

 

“Memangnya apa yang salah dengan Sunggyu hyung?” itulah yang ditanyakan Myungsoo ketika aku menyebutkan nama Kim Sunggyu sebagai contohnya.

 

Banyak. Banyak sekali yang salah. Pertama, isyarat, sinyal, atau tanda-tanda tidak akan berlaku sama sekali baginya. Aku bukan tipe orang yang bisa membahasakan perasaanku dengan baik. Tiap kali aku kecewa atau kesal padanya, aku enggan untuk mengungkapkannya secara gamblang. Aku hanya memberikan isyarat melalui gestur tubuh atau ekspresi wajah. Kadang bila sangat kesal, bisa juga melalui kata-kata. Hanya saja tidak secara langsung mengatakan “Aku kesal” atau “Aku Marah” tentu saja. Dan dia tidak pernah menyadari aku kesal padanya. Sama sekali tidak. Jadi bisa dibilang Kim Sunggyu itu sangat buruk dalam membaca ekspresi maupun bahasa tubuh.

 

Kedua, dia tidak pernah membujukku jika aku sedang kesal atau marah. Yah, dia juga tidak pernah menyadari aku kesal padanya sih. Tapi jika akhirnya dia menyadari aku tengah kesal padanya dia hanya berkata, “Oooh, kau sedang kesal ya. Pantas sejak tadi hanya diam.” Kemudian dia membiarkanku sampai aku baik sendiri. Sudah. Selesai. Padahal kebanyakan laki-laki jika kekasihnya marah maka mereka akan membujuknya dengan kata-kata manis atau sejenisnya. Yaa, akhirnya aku juga menyerah sendiri sih. Lagipula aku tidak pernah benar-benar marah padanya. Karena dia emmm orang yang sangaaaaaatttt baiiikkk. Dia tidak pernah kesal, marah, atau “ngambek” sama sekali padaku. padahal tidak terhitung seberapa sering aku kesal padanya karena alasan yang tidak jelas—masa sensitif tiap bulan misalnya.

 

Ketiga, dia tidak pernah menawariku bantuan. Harus aku sendiri yang meminta padanya. Misalnya saja, ketika acara pentas seni di sekolahku beberapa bulan lalu. Acaranya malam hari dan tidak ada yang mengantarku. Padahal aku harus ke sana karena aku sudah berjanji pada Myungsoo akan melihat band kelas kami tampil. Aku bercerita padanya tentang hal ini. normalnya, seorang laki-laki tentu akan mengatakan “Kalau begitu biar kuantar saja.” , tapi apa yang dia katakan? “Kau kan bisa berangkat bersama Myungsoo.” Bisa bayangkan bagaimana perasaanku ketika itu? aku kesal bukan main padanya. Memang, akhirnya dia mengantarku juga. Tapi setelah kuminta. Selalu seperti itu. Memang, dia akan melakukan apapun yang kuminta. Semuanya. Tapi tidak pernah dia berinisiatif melakukan sesuatu tanpa aku minta. Yaa, seperti yang sudah kukatakan di awal. Sinyal, tanda-tanda maupun isyarat sama sekali tidak berlaku baginya.

 

Keempat, dia tidak pernah cemburu padaku. sama sekali tidak pernah. Padahal seringkali aku cemburu dengan teman-teman dekatnya. Seringkali aku cemburu jika aku tahu dia tengah bersama dengan perempuan lain. Namun tidak demikian dengannya. aku sangat dekat dengan Myungsoo. Ya, karena kami selalu satu kelas selama 2 tahun ini—terlebih kami duduk bersebelahan di kelas 2 ini. seringkali aku dan Myungsoo pergi berdua. Tapi dia sama sekali tidak pernah cemburu. Oke, mungkin ini karena Myungsoo adalah teman baikku. Karena itu aku mencoba dengan Lee Howon, seniorku yang jadi idola banyak gadis di sekolahku karena gayanya yang keren dan wajahnya yang tampan tentu saja. Aku sering bercerita banyak tentang Howon sunbae padanya—seolah aku mengidolakannya seperti teman-temanku yang lain. Aku memang “sedikit” mengidolakan Howon sunbae, tapi tidak seperti teman-temanku yang agak berlebihan. Aku harap dengan melebih-lebihkan ceritaku dia akan—paling tidak—menyuruhku berhenti membicarakan Howon sunbae. Tapi dia malah menanggapi ceritaku dengan santai. Karena aku benar-benar penasaran ingin membuatnya cemburu, aku akhirnya bercerita tentang Nam Woohyun, “mantan” orang yang pernah dekat denganku. Padahal sesungguhnya aku sama sekali tidak suka membuka lembaran di buku yang telah tertutup. Tapi mau bagaimana lagi. aku terlanjur penasaran. Sayangnya upayaku tidak juga berhasil. Dia sama sekali tidak terlihat cemburu. Hal ini lah yang membuatku terkadang mempertanyakan perasaannya padaku.

 

Kelima, dia hampir tidak pernah mengatakan bagaimana perasaannya yang sesungguhnya. Hanya sekali, ketika dia memintaku jadi kekasihnya. Selebihnya sama sekali tidak pernah.  Jangankan “Aku mencintaimu” atau “Aku menyukaimu”, hanya sekedar mengatakan “Aku rindu” saja tidak pernah. Yaa, aku juga bukannya orang yang tidak peka—seperti dirinya. Kebalikan dari yang terlihat, sebenarnya aku sangat peka. Aku sangat memahami tiap isyarat yang diberikan orang lain padaku. membaca gestur tubuh atau ekspresi wajah bukanlah hal yang sulit untukku. Jadi sesungguhnya aku sangat memahami perasaannya padaku—tanpa mempertanyakannya. Hanya saja aku ingin dia mengatakan hal tersebut. Aku sangat mengerti hal-hal tersebut sulit diungkapkan. Karena aku juga bukan orang yang dengan mudah mengungkapkannya secara verbal. Jadi aku sangat mengerti tidak semua hal harus diungkapkan dengan kata-kata. Tapi bukankah kata-kata itu terkadang sangat penting untuk memastikan hal yang tidak terungkap itu?

 

Selanjutnya, dia itu sama sekali tidak romantis! Kudengar orang yang tidak dapat mengungkapkan perasaannya lewat kata-kata lebih sering mengungkapkannya lewat tindakan. Tapi hal itu tidak berlaku padanya. Jangankan berpelukan atau berciuman—seperti yang diceritakan teman-temanku yang lain ketika mereka tengah pacaran—berpegangan tangan pun aku tidak pernah. Bahkan kalau kami tengah pergi bersama, dia tidak pernah berjalan berdampingan denganku. Dia selalu ada di depanku, dan aku akan mengikutinya. Padahal sudah 1,5 tahun lebih kami pacaran. bahkan Myungsoo mungkin lebih sering merangkulku atau menggandeng tanganku dibanding dia. Jadi sebenarnya dia pacarku atau bukan sih?

 

Dan yang terakhir—juga yang terburuk, dia seringkali menghilang dalam waktu yang cukup lama. dia tidak mengirimiku pesan atau menelepon dalam waktu yang cukup lama. jika kemudian aku menyerah dan akhirnya menghubunginya terlebih dulu, dia hanya tertawa dan mengatakan dia terlalu sibuk hingga lupa menghubungiku. Aku pun memahaminya. Kesibukan kuliah selalu menyita waktunya. Aku tidak minta waktu lama-lama kok, hanya 5 meniiiiiit saja untuk menghubungiku. tapi ya, mungkin baginya 5 menit terlalu berharga jika digunakan untuk menghubungiku. Seperti yang terjadi saat ini. sudah hampir 3 minggu dia tidak menghubungiku sama sekali. Sama sekali. Aku tahu, seharusnya aku menghubunginya terlebih dulu. Hanya saja kali ini aku ingin mengetahui seberapa lama dia akan mengabaikanku seperti ini. meski jujur saja aku cukup mengkhawatirkannya dan juga…eeeeng merindukannya.

 

Ya, harus kuakui aku terlalu merindukannya. Aku rindu matanya yang sipit, cara tertawanya yang khas, aku rindu suara lembutnya, aku rindu saat dia membuatku kesal, aku rindu saat dia membuatku cemburu, aku rindu saat-saat aku menangis karena terlalu kesal padanya. Bahkan jika dia dia datang hanya untuk membuatku kesal dan menangis ataupun cemburu, itu tidak akan masalah bagiku. Asal dia ada di hadapanku. asal aku bisa melihatnya. asal aku bisa bertemu dengannya. Karena aku terlalu rindu…. aku sangat merindukannya……

 

 

*****

 

 

Karena tidak tahan lagi menahan kerinduanku, akhirnya kuputuskan untuk menemuinya. Dia tinggal sendiri di apartment yang terletak tidak jauh dari sekolahku. Karena itu di sinilah aku. Di depan pintu yang menghubungkanku dengan tempat tinggalnya, dunianya, dan—tentu yang paling penting—dengan dirinya. Dengan Kim Sunggyu. Tanganku terangkat, hendak menekan bel, tapi kemudian kuturunkan lagi—urung menekan bel. Entah kenapa keraguan masih menguasai diriku, nyaris mengalahkan rasa rinduku. Aku menghela napas—memantapkan hatiku. Tapi sebelum aku kembali berusaha menekan bel, pintu itu terbuka dari dalam—membuatku refleks mundur beberapa langkah ke belakang. Memunculkan sosok tinggi berambut kecoklatan. Aku mengenalnya. Sangat mengenal rambut kecoklatan itu. sangat mengenal mata sipit yang kini menatapku lekat itu. dia…

 

“Gyu oppa..” desisku perlahan.

 

“Seunghee-ah, ada apa kemari? Tidak biasanya..” ucapnya seraya tersenyum. senyum itu. senyum yang sangat kurindukan….

 

“Ah itu.. Oppa tidak menghubungiku selama beberapa minggu ini. karena itu aku kemari.” Gumamku pelan.

 

“Aku memang sibuk akhir-akhir ini. terlebih kemarin aku harus pulang ke Gangnam karena ibuku sakit..” ucapnya seraya keluar dari apartmentnya dan mengunci pintu. Apa katanya tadi? Dia pulang ke Gangnam dan tidak memberitahuku sama sekali?

 

“Karena terlalu banyak yang harus kuurus aku jadi lupa untuk menghubungimu. Maafkan aku ya..” dia mengucapkannya lagi. kata-kata yang sama. Gestur yang sama. Senyum yang sama. Haruskah aku memaafkannya—seperti biasanya.

 

“Harusnya kau meneleponku dulu kalau mau kemari. Aku harus berangkat ke kampus sekarang. Tidak apa kan?” lanjutnya lagi. apa tadi katanya? Sekarang—setelah aku menemuinya dia pun tidak punya waktu untuk menemuiku?

 

“Seunghee-ah…” panggilnya lagi. aku menatapnya lekat. kemudian menghembuskan napas panjang. Ya sudahlah, lagipula salahku juga datang tanpa pemberitahuan.

 

“Iya oppa, tidak apa. Kebetulan tadi aku lewat depan apartment oppa, karena kemudian aku teringat oppa makanya aku mampir.” Dustaku.

 

“Oooh begitu. Ya sudah, kalau begitu ayo, kuantar sampai halte.” Ucapnya seraya melangkah pergi. aku menghela napas panjang dan kemudian mengikuti langkahnya. Aku menatap punggungnya yang tegap. Apa dia tidak tahu aku kemari karena aku merindukannya? Apa dia tidak merasakan hal yang sama denganku?

 

“Gyu oppa..” panggilku perlahan.

 

“Hmm?”

 

“Apa…..apa oppa merindukanku?” gumamku lirih. Aku sendiri tidak tahu apa dia akan mendengarnya. Namun ketika melihat langkahnya terhenti aku tahu dia mendengarnya. Dia memutar tubuhnya hingga kami kini berdiri berhadapan.

 

“Seunghee-ah, apa kau tadi menanyakan sesuatu? Aku sepertinya tadi salah dengar,aku…”

 

“Apa oppa merindukanku?” potongku cepat—tanpa keraguan. Kutatap matanya yang menatapku ragu.

 

“Eh, itu…aku….” dia mengusap tengkuknya perlahan dan mengalihkan tatapannya ke arah lain.

 

“Aku…bingung, kenapa kau tiba-tiba menanyakannya?” tanyanya lagi—masih tidak menatapku. Aku menghela napas. Selalu begini. Apa dia tidak merindukanku seperti aku merindukannya?

 

“Aku hanya ingin tahu apa oppa merindukanku atau tidak. Karena aku…merindukanmu.” kuakhiri kalimatku dengan lirih. Aku menundukkan wajahku ketika dia kembali menatapku.

 

“Eh..itu…”

 

“Sudah 3 minggu oppa tidak memberikan kabar sedikitpun. Bahkan oppa pulang ke Gangnam saja aku tidak tahu. Aku tahu oppa memang sangat sibuk. Tapi aku hanya minta sedikit waktu oppa saja kok. 3 atau 5 menit sudah cukup untukku. Asal oppa memberitahuku keadaan oppa, itu lebih dari cukup untukku. Paling tidak aku tidak akan mengkhawatirkan atau merindukan oppa.” aku sendiri kaget karena kali ini aku begitu lancar mengungkapkan isi hatiku.

 

“Maaf..” gumamnya lirih. Amarahku kali ini benar-benar menggelegak. Aku memejamkan mataku sejenak—menahan amarahku. Kemudian aku mengangkat wajahku. Tersenyum ke arahnya.

 

“Sudahlah. Tidak usah dipikirkan oppa. aku sedikit melantur tadi. Sepertinya aku sedikit terlalu lelah. Ayo, katanya oppa tadi harus ke kampus.” Aku melangkah mendahuluinya. Dia terdiam cukup lama hingga akhirnya memutuskan mengikuti langkahku. Dalam sekejap dia sudah menjajari langkahku.

 

“Emmm…Seunghee-ah..” panggilnya lirih.

 

“Hmmm?” aku menoleh menatapnya.

 

“Apa kau marah padaku?” tanyanya kemudian—ragu.

 

“Apa aku terlihat seperti orang yang marah?”

 

“Eeem..tidak sih, tapi…”

 

“Ya sudah kan tidak ada masalah.” Ucapku sambil beranjak pergi.

 

“Seunghee-ah, tunggu..” dia menahan tanganku. Membuatku kembali berpaling padanya.

 

“Dengar, aku minta maaf, oke? Aku tahu ini kesalahan besar. menghilang selama 3 minggu tanpa kabar. Membuatmu khawatir padaku. kalau ada yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku, katakan saja. Aku akan melakukannya.”

 

Oppa, apa sejak tadi aku berteriak? Menggerutu? Atau membentak? Aku tidak..”

 

“Aku tahu kau marah. Benar-benar marah. Kau bahkan tidak bisa lagi menggerutu atau berteriak karena terlalu marah kan?” potongnya cepat. Aku menghela napas panjang, kemudian menundukkan kepalaku. menolak menatap matanya.

 

Oppa benar. Aku marah. Sangat marah. 3 minggu, oppa. selama 3 minggu oppa sama sekali tidak memberi kabar. Yah, aku tahu oppa orang sibuk. Waktu sedemikian berharga bagimu. Mungkin aku yang tidak cukup layak untuk mendapat sedikit waktu oppa..” tanpa bisa kucegah air mataku mengalir turun.

 

“Seunghee-ah, bukan. Ini bukan seperti yang kau pikirkan..”

 

“Ya, ini mungkin bukan seperti yang aku pikirkan. Aku ini orang yang terlalu berlebihan dalam berpikir. aku juga yang egois karena selalu menyalahkan oppa. aku ini kekanakkan. Aku tidak bisa mengerti oppa. karena itu kali ini aku mencoba mengerti dirimu. Aku mencoba untuk tidak merajuk meminta sedikit waktumu seperti biasanya. Aku juga mencoba untuk tidak marah-marah meskipun sebenarnya aku marah.” Aku semakin tidak bisa mengendalikan emosiku.

 

“Seunghee-ah…” dia menyentuh lenganku perlahan. Aku mengangkat wajahku—menatapnya tepat di kedua manik matanya.

 

Oppa, apa karena aku yang seperti itu kau jadi tidak menganggapku sebagai kekasihmu?” aku mencoba mengatakannya dengan tenang. Tapi suaraku gemetar luar biasa. Dia membelalakkan matanya mendengar kata-kataku.

 

“Seunghee-ah, bagaimana kau bisa mengatakan hal seperti itu? tentu kau kekasihku..”

 

Oppa tidak pernah mengatakan oppa merindukanku, apalagi menyukaiku. Hanya sekali. Itu pun dulu. Lalu oppa sering menghilang tanpa kabar. Terlebih oppa tidak pernah cemburu padaku. apa itu yang namanya kekasih?”

 

“Seunghee-ah, tentang itu…”

 

“ah sudahlah. Apa-apaan aku ini. tiba-tiba datang dan menangis tidak jelas begini.” Aku mengusap kasar air mataku seraya tersenyum hambar. Menggelikan sekali aku ini. baru saja aku berkata ini itu tentang “ingin-menjadi-kekasih-yang-baik”, tapi apa yang aku lakukan?

 

Oppa, aku pergi dulu ya. Maafkan aku tiba-tiba mengganggumu begini.” Tanpa menunggu jawabannya aku langsung melangkah pergi.

 

 

****

 

 

Huh, dasar Sunggyu oppa menyebalkan. Aku sudah susah-susah datang ke apartmentnya, mengatakan hal-hal yang tidak jelas, bahkan sampai menangis. Dan dia hanya berkata, Seunghee-ah, Seunghee-ah. Aaaahhhh, menyebalkan sekali!!!!!!!

 

Tiba-tiba aku merasakan ponsel yang ada di dalam saku rokku bergetar pelan. kuraih ponselku—sedikit berharap Sunggyu oppa menelepon atau mengirimiku pesan. Tapi harapanku sia-sia, ternyata itu pesan dari Myungsoo.

 

From : Kim Myungsoo

Hei, apa kau sudah menemui Sunggyu hyung? Dia tidak sakit, atau kecelakaan seperti yang kau khawatirkan selama ini kan?

 

Aku mengerucutkan bibirku seraya membalas pesannya. Sudah pasti Myungsoo akan menertawakanku habis-habisan kalau dia tahu aku baru menangis habis habisan di depan Sunggyu oppa.

 

To: Kim Myungsoo

Sudah. Besok saja kuceritakan.

 

Setelah mengirimkan pesan itu pada Myungsoo. Aku menatap wallpaper ponselku. Foto kami berdua. Aku mencibir pelan ke arah wallpaper itu kemudian langsung menggantinya dengan fotoku bersama Myungsoo. Selanjutnya tentu saja aku akan mengganti nama kontak “My Kim Sunggyu” menjadi “Kim Sunggyu” saja. Ah, tentu tidak lupa aku mengganti speed dial ponselku. Tadinya Sunggyu oppa ada di nomor satu, kurasa lebih baik aku menggantinya jadi nomor dua saja—menukarnya dengan nomor ayahku.

 

“Hei, nona, awaaaasss!!!!!” sontak aku terkejut mendengar teriakan itu. aku terkesiap dan terhenti seketika. Karena terlalu sibuk dengan ponselku, aku sampai melupakan sekelilingku. Aku menoleh dan seketika terkejut ketika melihat mobil yang melaju cukup kencang ke arahku.

 

 

****

 

 

“Nah, sudah selesai. Untung lenganmu tidak parah, hanya saja jangan terlalu sering digunakan untuk bergerak. Lain kali berhati-hatilah.” Dokter Jang mengatakan hal itu seraya tersenyum tipis. Dia baru saja selesai membebat lengan kiriku yang sedikit terkilir. Untung saja aku tadi sempat menghindar jadi aku hanya terserempet sedikit saja. Hanya saja lengan kiriku jadi terkilir karena posisi jatuhku yang kurang tepat.

 

“Terima kasih dokter.” Balasku seraya mengangguk kecil.

 

“Apa kau bisa pulang sendiri?” tanya dokter muda yang ramah itu.

 

“Kurasa lebih baik aku minta ayah untuk menjemputku.”

 

“Baiklah kalau begitu. Kau bisa menunggu ayahmu di sini. Aku pergi dulu ya. Ada pasien yang harus kutangani. Kalau kau membutuhkan sesuatu, panggil saja suster Lee di depan.” Katanya seraya beranjak meninggalkanku.

 

“Baik. Terima kasih dokter.”

 

Aku bergegas meraih ponselku. Aduh, baterainya hampir habis. Aku harus cepat menelepon ayah dan memintanya menjemputku. Semoga saja baterainya cukup. Tanpa pikir panjang menekan angka 2 dengan cukup lama dan tanpa melihat lagi aku bergegas menempelkannya ke telingaku.

 

Appa, aku baru saja mengalami kecelakaan.” Seruku cepat begitu ada teleponku diangkat—tidak menunggu ayah mengatakan sesuatu.

 

“Aku sekarang ada di rumah sakit dekat sekolahku. Karena itu…” aish, sial. Ternyata baterainya tidak cukup. Aku bangkit dan dengan sangat perlahan—jangan lupakan kakiku yang terkilir—berjalan keluar dari ruangan dokter Jang.

 

“Suster Lee, bisakah aku meminjam ponsel anda untuk menghubungi ayahku? Baterai ponselku habis ..”

 

 

****

 

 

Aku merebahkan diriku dengan nyaman di ranjangku. Aku benar-benar lelah hari ini. badanku rasanya luluh lantak, belum lagi rasa pusing ini. aku meraih charger ponselku dan mengisi baterainya, kemudian menyalakan ponselku. Tak lama berselang ponselku bergetar halus. Aku menatap layar ponselku. Nama Kim Sunggyu dengan jelas tertera di sana. Aku mengerutkan dahiku. Ada apa dia tiba-tiba meneleponku?

 

“Seunghee-ah, saat ini kau ada dimana? Aku sudah di rumah sakit sekarang..” dia langsung menyela cepat bahkan sebelum aku sempat mengucapkan apapun. suaranya terdengar sangat panik.

 

“Eh? Aku di rumah sekarang.” Kudengar dia menghembuskan napas—seolah ada beban berat yang tiba-tiba mengilang—begitu aku mengucapkan kata-kata itu.

 

“Baiklah. Aku ke sana sekarang.” Dan tanpa menunggu jawabanku dia segera menutup teleponnya. Hei, ada apa ini?

 

 

****

 

 

“Gyu oppa?” panggilku perlahan ketika aku memasuki ruang tamu. Dia duduk di sofa seraya menundukkan kepalanya. Namun begitu mendengarku memanggilku, dia langsung mendongak dan berdiri begitu melihatku.

 

“Seunghee-ah..” dia melangkah menghampiriku. Kemudian dia menangkup pipiku dengan kedua telapak tangannya yang besar. aku merasakan pipiku memanas—entah karena telapak tangannya yang hangat atau karena aku terlalu malu.

 

“Kau tidak apa-apa kan?” dia menatapku lekat. aku balas menatapnya, mencoba menerka apa yang dia pikirkan dari ekspresinya. Di sana tergambar rasa cemas, ketakutan dan juga..eeeeng rasa sayang? oh Tuhan, bahkan melihat raut wajahnya saja aku bisa tersipu begini..

 

“Iya, aku tidak apa-apa. Oppa tenang..” belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku dia merengkuhku—mendekapku erat dalam pelukannya. Aku terkesiap. Jantungku tiba-tiba berdetak begitu keras. Oke, memang selama ini terkadang aku ingin dia memelukku begini, tapi sekarang kenapa rasanya aneh? aku mengangkat kedua tanganku ragu, kemudian balas mendekapnya. Perlahan perasaan nyaman yang aneh menjalari seluruh tubuhku.

 

“Kau tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu. Kalau terjadi hal buruk padamu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri..” gumamnya pelan. tunggu, ada yang aneh di sini. Aku kan tidak memberitahukan dia tentang kecelakaan itu. darimana dia tahu?

 

“darimana oppa tahu kalau aku mengalami kecelakaan?” aku meregangkan pelukanku dan menatapnya heran.

 

“Kau salah sambung. Kau tiba-tiba meneleponku, tapi ketika aku mengangkatnya kau mengira aku ini ayahmu dan meminta beliau menjemputmu.” Ah, aku ingat sekarang. Speed dial itu. aku lupa kalau aku sudah mengganti speed dialku -_-

 

“Asal kau tahu, begitu aku menerima telepon darimu tanpa pikir panjang aku langsung ke rumah sakit dekat sekolahmu. Tapi sampai di sana ternyata kau malah sudah di rumah..”

 

“Eh? Jadi oppa tidak jadi ke kampus?” aku tidak memercayai ini. Sunggyu oppa kan sangat memprioritaskan kuliahnya. Apa benar dia rela membolos demi aku?

 

“Tentu saja. Menurutmu, kalau kau meneleponku dan mengatakan kau baru saja mengalami kecelakaan kemudian tiba-tiba ponselmu mati aku akan bisa mengikuti kuliah dengan tenang?” rutuknya kesal. Aku tertawa geli. Ya ampun, aku bisa membuat seorang Kim Sunggyu menggerutu.

 

“Tapi kenapa kau bisa salah sambung begitu?” tanyanya kemudian.

 

“Ah itu. karena terlalu kesal pada oppa, aku mengganti speed dial ponselku. Tadinya nomor oppa di nomor 1, appa di nomor 2, tapi karena kesal kemudian aku menukar speed dialnya. Waktu aku mau menelepon appa, aku lupa kalau aku sudah menggantinya. Jadi aku salah menghubungi oppa.” jawabku ringan. Tapi raut wajahnya berubah menjadi serius ketika mendengar ucapanku.

 

“Hei, Seunghee-ah, dengarkan aku.” Dia meraih tangan kananku dan menggenggamnya lembut. Aku bergidik, rasanya belum terbiasa dengan semua ini.

 

“Aku..minta maaf, benar benar minta maaf untuk semuanya. Aku tahu aku bukan kekasih yang baik untukmu. Semua hal yang kau katakan tadi benar. Maafkan aku ya, aku bahkan tidak sadar kalau aku terlalu tidak peduli padamu. Tapi sungguh, aku berani bersumpah, aku sama sekali tidak bermaksud membuatmu berpikir kalau aku tidak menganggapmu sebagai kekasihku. aku…”

 

“Sudahlah oppa. tidak apa. Aku seharusnya memahami kalau memang oppa begitu. Maafkan aku kalau aku selama ini memaksa oppa untuk memahamiku, sementara aku sendiri tidak berusaha memahami oppa.” aku tersenyum dengan senyum paling tulus yang bisa kubuat.

 

“Hanya saja ada satu hal yang benar-benar oppa ubah.” Lanjutku lagi. kali ini nadaku berubah—agak tajam.

 

“Apa itu?” dia mengangkat alisnya—heran.

 

“Jangan pernah menghilang. Aku tidak meminta oppa menghubungiku setiap waktu kok. Aku hanya minta dua atau tiga hari sekali  oppa menghubungiku. Itu sudah cukup.”

 

“Baiklah, Seungheeku sayaaang, aku berjanji tidak akan menghilang lagi.” dia menangkupkan telapak tangannya di depan dada dan mengatakannya seraya tersenyum menggodaku. Pipiku lagi-lagi memanas. Aduh, aku benar-benar belum terbiasa dengan semua ini.

 

“Tapi aku juga ingin kau berjanji jika terjadi apapun padamu, akulah orang kedua yang kau hubungi—setelah orang tuamu tentunya. Bagaimana?” dia menyodorkan jari kelingking ke arahku. aku tertawa dan menautkan jari kelingkingku.

 

“Aku janji.”

 

“Dan satu hal lagi.” aku mengangkat alisku—menantikan kata-katanya.

 

“Aku tidak ingin kau terlalu sering membicarakan tentang Lee Howon dan Nam Woohyun lagi. Juga tentang Myungsoo… Aku tahu kau berteman baik dengannya. Tapi..jangan biarkan dia sering merangkulmu atau menggandengmu. Aku tidak suka.” Dia menatap ke arah lain dan mengusap tengkuknya dengan kikuk. Sekilas aku menatap pipinya yang bersemu merah. Aku tersenyum geli melihatnya.

 

“Iyaaaa, aku tidak akan melakukannya lagi.”

 

“Kalau begitu banyak hal yang salah dengan Sunggyu hyung lalu kenapa kau masih bertahan hingga kini dengannya?” pertanyaan Myungsoo kembali terngiang di benakku.

 

“Kenapa ya? Yaa, dia sangat baik sih sebenarnya. Dia tidak pernah marah sama sekali padaku. padahal aku cukup sering kesal tanpa alasan padanya. Selain itu, dia mau melakukan apapun untukku—asal aku mengatakannya tentu saja. Kemudian kalau aku membutuhkannya, dia akan selalu ada untukku. Tentu saja aku harus mengatakan aku membutuhkannya. Dia kan tidak peka. Dan yang paling penting…..”

 

Oppa, aku menyayangimu..” aku melompat ke arahnya dan memeluknya erat.

 

“Aduh, aduh..” aku segera melepaskan pelukanku. Lengan kiriku terasa sakit karena aku terlalu bersemangat memeluk Sunggyu oppa tadi.

 

“Hei, kenapa? Apa yang sakit?” tanyanya cemas.

 

“Tidak apa oppa, lengan kiriku yang terkilir tadi terasa sakit.” gumamku seraya mengelus lengan kiriku.

 

“Makanya jangan terlalu bersemangat mau memelukku begitu.” Dia tertawa pelan—menggodaku. Aku mengerucutkan bibirku.

 

“Ya sudah kalau begitu kutarik saja kata-kataku yang tadi.” Gumamku kesal. Tawanya malah semakin keras.

 

“Gyu oppa…”

 

“Baik-baik, aku minta maaf. Aku akan berhenti tertawa.” Dia menghentikan tawanya. Aku hanya menggembungkan pipiku.

 

“Hei, jangan begitu, kau kelihatan jelek kalau sedang merajuk.”

 

“Biarkan saja. Aku tidak peduli.” Rutukku kesal.

 

“Ya sudah, padahal tadinya aku mau mengatakan kalau aku juga menyayangimu..” katanya santai. Aku sontak terkejut dan menatapnya. Dia..apa?

 

Dia tersenyum lembut padaku. Meraih kedua bahuku, mendekatkan wajahnya, dan mengecup dahiku lembut.

 

“Song Seunghee, aku menyayangimu….”

 

 

****

 

“Ah, satu lagi yang aku lupa. Pertanyaanmu tadi siang.. aku sangaaaaat merindukanmu..”

 

 

****

 

THE END

About Sannia Kim

Kim Sunggyu official secret crush :D
This entry was posted in My Fanfiction. Bookmark the permalink.

3 Responses to [FF/S/1S/PG-15] Still Untitled

  1. mayagiftira says:

    We have the same bias. Dan FF mu bagus.
    Pertama kali mengunjungi blog ini, langsung disuguhi cerita yg pas gini. Menarik sekali. 🙂

  2. mayagiftira says:

    We’ve a same bias.
    Ini kunjunganku yang pertama ke blog ini. FF mu menarik sekali. Aku suka gayamu mendeskripsikan perasaan tokohnya. Benar-benar terasa real.

Leave a comment